Sebaik baik dalam menjalankan Ibadah kepada Allah adalah dengan terlebih
dahulu mengenal Allah.Bersyukurlah kita yang dilahirkan dalam keadaan
Islam sehingga memudahkan kita dalam menjalankan makna kata Ke Esaan
Allah SWT,dengan didikan dari Orang Tua yg kita cintai dan dari
pembelajaran ttg Agama Islam,kita telah mendapat pengetahuan tentang
pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT...dan berbahagialah kita sebagai
pemeluk Agama yang sempurna yang telah mendapatkan pengetahuan dan
pelaksanaan Ibadah kepada Allah yang telah disampaikan langsung oleh
Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga kita tinggal
meneruskannya.Di dalam Kitab Suci Umat Islam Al'quran telah begitu lugas
dan gamblang Allah telah menjelaskan tentang segala hal baik ttg
kehidupan bermasyarakat (Hablumminannash) maupun berhubungan dengan
Allah(Hablumminallah).
Tetapi sebagai manusia yang memiliki karunia yang sangat besar yang
membedakan kita dengan makhluk apapun di dunia ini yaitu Akal Fikiran
dan Hati Nurani maka sudah selayaknyalah kita belajar dan mengkaji makna
yang terkandung dalam Al'quran maupun Hadist Rasulullah SAW sehingga
kita bisa menjalankan Ibadah yang sebenar benar di terima Allah SWT.
Seperti tema yang kita bahas yaitu AWALLUDIN MA'RIFATULLAH yang berarti
Awal Agama Mengenal Allah maka sebagai manusia yang berakal sudah
sepatutnya kita mencoba tuk lebih dalam Mengenal Allah.
Mengutip perkataan Imam Al-Ghazali yang mengatakan
:
“Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu
merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.”
Banyak
kalangan masyarakat yang saya jumpai yang sepertinya enggan tuk lebih
dalam mengenal Allah dengan berbagai alasan,salah satunya dengan
mengatakan bahwa semua sdh diatur dlm Al-quran dan Hadist dan sdh
dijalankan oleh Rasulullah,Sahabat dan para Ulama ,kita tinggal
menjalankannya tanpa perlu tahu lebih dalam lagi mengenai Allah..saya
mengatakan bahwa mereka tidaklah salah sebab bagi umat Islam yang hanya
mengikuti Aturan Islam saja InsyaAllah sudah dijamin Akhiratnya.Yang
jadi permasalahan jika kita hanya mengikuti aturan yang sdh ada dengan
apa adanya ,APAKAH BISA MENJAMIN hingga akhir hayat nanti tetap ber Iman
kpd Allah dlm makna yang sebenarnya?? sebab dunia sekarang ini terlalu
banyak halangan dan rintangan bagi kita yang dengan sangat mudah
menggeser Akidah kita terhadap Allah dan Rasul Nya.Saya hanya
menyarankan kepada kita agar lebih meluangkan waktu sedikit dan
menggunakan hati dan akal sedikit saja tuk mencoba mengenal Allah
sebagai dasar ke TAUHID an kita kepada Allah.
Kemudian
timbul pertanyaan bagaimana MENGENAL ALLAH (Ma'rifatullah)
tersebut....saya bukanlah ahli Fiqih maupun ahli dalam Ilmu Ma'rifat
tetapi sedikit akan saya bagi pemahaman yg saya dapat dlm Mengenal
Allah.Mengenal Allah tidak akan pernah lepas dari konteks awal yaitu
MENGENAL DIRI,seperti Hadist Qudsi dan Hadist Rasullah di bawah ini:
1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.
2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN
TOLABAL MAOLANA BIGOERI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BAIDA : Barang siapa
yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat
semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU DHOHIRULLAAH : Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah dhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU : Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.
7. DALAM
SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA,
DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGOFA,
DI DALAM SYAGOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN
RAHASIA.
8. LAA YARIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.
10. MAA AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.
Jelas
sekali dari Hadist tersebut di atas menggambarkan bahwa Untuk Lebih
Mengenal Allah maka kita haruslah Mengenal diri kita terlebuh dahulu.
Mengenal diri tersebut yaitu dengan jalan kita haruslah menggunakan dua
sisi Karunia Allah yaitu Fikiran dan Hati Nurani,kita haruslah
mengetahui dan mengkaji awal mula sewaktu kita didalam Rahim Ibu,bahkan
sebelum kita ada didalam Rahim Ibu, kita berada di mana,kemudian apa
tujuan kita (manusia) diciptakan dan akan kembali kemana kita setelah
kita tiada...setelah kita mengenal diri kita lebih dalam barulah kita
bisa bersaksi dengan ke Imanan yang teguh "LAILAHAILALLAH
MUHAMMADURASULULLAH".
Mengenai
cara yg lebih dalam tuk lebih mengenal diri dan mengenal Allah dapat
dilakukan dengan cara Bertafaqur spt yg telah saya jelaskan pada Entri
yg terdahulu yaitu Membuka Hijab..
Jika
ada kesalahan saya mohon Ampun kepada Allah SWT sebab Dia lah sumber
dari segala kebenaran...semoga bisa bermanfaat bagi yang
membutuhkannya...
MAN ARAFA NAFSAHU FAQAT ARAFA RABBAHU
Terdapat hadits yang mengatakan "Barang Siapa Mengenal Dirinya, maka
akan mengenal Tuhannya". Bagaimana tahap pertama Langkah yg diharus
dilakukan untuk mengenal tuhannya?
Jawaban:
Banyak ulama yang mengatakan bahwa terdapat hadits yang mengatakan
"Barangsiapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya". Namun
beberapa ulama seperti An-Nawawi dan As-Suyuthiy mengatakan bahwa
“Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)”
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang status kalimat tersebut hadits
atau bukan, kalimat ini berselarasan dengan yang dikatakan Allah:
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik." [QS Al Hasyr (59):19]
Dalam Buku Minhajul Abidin, Imam al Ghazali menjelaskan dengan detil
tentang bagaimana mengenal diri menjadi anak kunci untuk mengenal Allah
Swt. Beliau mengatakan ada 7 (tujuh) tahapan (aqabah) untuk mengenal
diri.
Tahapan pertama adalah "Menuntut Ilmu". Inilah yang dimaksud dalam
hadits: "Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim". Ibarat sebuah
kompas, ilmu adalah alat bagi kita untuk mencapai sebuah tujuan. Ibarat
perjalanan jauh di gurun pasir, ilmu adalah bekal yang menemani
perjalanan kita.
Tanpa perbekalan yang tepat kita malah akan membawa bekal yang menjadi
beban dalam perjalanan. Tanpa perbekalan yang mencukupi, kita dapat
kehausan dan kelaparan di tengah perjalanan.
Tanpa kompas, kita akan tersesat menuju tujuan. Seharusnya berjalanan ke
timur, kita malah berjalan ke barat. Harusnya terus berjalan, kita
berputar-putar disebuah tempat, menyangka bahwa itu adalah tujuan akhir
perjalanan. Al-Quran sesungguhnya sumber ilmu, untuk menempuh perjalanan
tersebut.
Dalam menuntut ilmu, kita akan mengetahui bahwa awal yang harus dimiliki
oleh setiap pencari Tuhan adalah "keikhlasan", namun memahami
keikhlasan juga membutuhkan ilmu.
Hanya para pencari yang sungguh-sungguh mencari Allah sajalah yang akan
dijemput-Nya. Siapa yang mendekati berjalan, Dia akan menyambutnya
dengan berlari. Siapa yang mendekati sedepak, Dia akan mendekatinya
sehasta. Dia akan menyambut dengan sangat gembira, melebihi gembiranya
seorang yang kehilangan unta di padang pasir luas, dan tiba-tiba untanya
kembali.
“Barangsiapa yang mendekati Allah sedepa, Dia akan mendekatinya sehasta.
Barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya
sambil berlari.” (HR Ahmad dan Thabrani)
Nabi saw pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana keadaan
kalian, seandainya di antara kalian suatu saat berada di padang pasir
membawa perbekalan dan unta, lalu kalian tertidur; dan ketika bangun,
kalian mendapati unta dan perbekalanmu hilang?”
Para sahabat menjawab, “Tentu cemas sekali, ya Rasulallah!” Rasulullah
melanjutkan, “Di saat kalian cemas, tiba-tiba kalian lihat unta itu
kembali dari tempat jauh dan menghampiri kalian dengan membawa seluruh
perbekalanmu. Apa perasaan kalian?”
Para sahabat kembali menjawab, “Tentu kami akan bahagia sekali.” Nabi
yang mulia lalu berkata, “Allah akan lebih bahagia lagi melihat
hamba-Nya yang datang kepada-Nya daripada kebahagiaan seseorang yang
kehilangan unta kemudian ia melihat untanya datang kembali kepadanya.”
(HR. Muslim)
Jika sungguh-sungguh Allah tujuannya, Allah sendirilah yang akan menjaga
dari ketersesatan. Allah sendiri yang akan membimbingnya. Namun cara
Allah menuntun kata Rumi (Jalaluddin Rumi) cara yang sangat misterius.
Menuntut ilmu, juga merupakan perbekalan untuk menjalani tuntunan-Nya
yang sangat misterius itu.
Penjelasan ini yang dimaksud dengan kata-kata Imam al Ghazali :
"...semua manusia akan rusak kecuali orang yang berilmu, semua manusia
yang berilmu akan rusak kecuali orang yang beramal, semua manusia yang
beramal akan rusak kecuali orang yang ikhlas".
Jalan menuju Allah adalah sebanyak jiwa hambanya. Artinya, jalan
mengendal diri, akan berbeda satu dengan yang lainnya. Namun patternya
sama, seperti yang dijelaskan oleh Imam al Ghazali dalam 7 aqabah
tersebut. Detil dalam tiap-tiap aqabah ini yang akan berbeda satu sama
lain.
***
Secara sturkturisasi unsur, dalam Al Quran Allah mengatakan ada 3 unsur pembentuk manusia:
1. Jasad, tubuh atau jasmani (al-jism)
2. Jiwa atau diri (an-nafs)
3. Ruh atau nyawa (ar-ruh)
Mengenal diri yang akan menjadi jembatan pengenalan kepada Tuhan, bukan
pengenalan kepada unsur jasad (al-jism), tetapi kepada unsur jiwa atau
diri (an-nafs).
Jadi bukan pengenalan terhadap bagaimana bentuk mata, telinga, wajah,
rambut, tangan, kaki kita yang akan mengantarkan kepada pengenalan
kepada Allah, tetapi pengenalan kita kepada jiwa atau diri (an-nafs)
yang mengantarkan kita mengenal Allah Swt.
Jiwa atau diri (an-nafs) berbeda dengan ruh atau nyawa (ar-ruh).
Kebanyakan orang menyamakannya. Bahkan terkadang kata an-nafs
diterjemahkan sebagai ruh. Karenanya saya mengajak sahabat-sahabat untuk
mencoba menelisik AQ dengan mencermati kata dalam Arab-nya, untuk
melihat spesifikasinya.
Lalu, kenapa pengenalan kita kepada unsur jiwa atau diri (an-nafs) akan mengantarkan kita kepada Allah?
Karena sesungguhnya unsur pembentuk manusia yang dapat "mengenal" dan
"selalu bertemu" dengan Allah adalah unsur jiwa atau diri (an-nafs) ini.
Saat manusia belum lahir ke dunia, unsur jiwa atau diri (an-nafs)
inilah yang melakukan janji setia kepada Allah Swt dengan mengatakan:
"balaa syahidna".
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" [QS Al A’raaf
(7):172]
Karenanya apabila kita mengenal jiwa atau diri (an-nafs), maka akan mengantarkan kita mengenal Allah Swt.
Ketika seorang manusia meninggal dunia, kita sering mendengar kalimat:
"Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya". Kata-kata ini sebenarnya kurang
tepat, karena mengandung beberapa kerancuan.
Kerancuan pertama adalah mengenai kata "arwah". Arwah adalah jamak dari
kata "ruh". Padalah, ruh seseorang adalah tunggal, bukan jamak.
Kerancuan yang lain adalah, ruh selalu dalam keadaan suci. Yang
terkotori oleh dosa adalah jiwa. Seharusnya yang didoakan adalah jiwa,
bukan ruh seseorang.
Ketika seseorang meninggal dunia, maka ruh akan terlepas dari jasad. Ruh
inilah yang memberikan "energi" kepada jasad. Sehingga, ketika
seseorang masih hidup, jasadnya bisa dirasakan hangat dan tumbuh.
Sementara jika sudah meninggal, jasanya akan dingin karena energinya
sudah tidak ada. Ketika jasad dikuburkan, maka jasad akan kembali ke
"kampung halamannya" yaitu bumi. Jasad akan hancur. Sementara ruh
kembali ke sisi-Nya, tetap dalam keadaan suci sebagaimana pertama kali
ia ditiupkan.
Sedangkan yang dialami oleh jiwa (an-nafs), tergantung dari kondisi
ketika manusia tersebut ketika masih hidup di alam dunia. Jiwa yang
penuh dosa, akan mengalami siksa kubur.
Siksa kubur disini dapat dilihat sebagai proses pembersihan. Sama
seperti ketika anak kecil yang habis bermain-main di lumpur. Untuk
membersihkan badan si anak, maka perlu dilakukan proses pembersihan
melalui mandi. Jika perlu, badan sampai disikat agat bersih.
Tetapi jiwa yang ketika di alam dunia sudah bersih bercahaya, maka
ketika manusia tersebut meninggal, sang jiwa hidup disisi Allah dan
dapat berjalan-jalan di tengah manusia sampai di kumpulkan kembali di
padang mahsyar, namun manusia tidak menyadarinya.
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami
berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar
dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang
baik apa yang telah mereka kerjakan. [QS Al Anam (6): 122]
Terdapat hadits berkaitan dengan situasi di padang mahsyar, diriwayatkan dari Muadz bin Jabal:
Nabi Muhammad saw bersabda, "Wahai Muadz, sesungguhnya engkau
bertanyakan sesuatu yang sangat besar. Ada 12 kelompok umatku akan
dihalau ke Padang Mahsyar. Mereka semuanya itu Allah Maha Kuasa
tukarkan, tidak seperti mereka hidup ketika didunia."
Golongan itu adalah seperti berikut:
Pertama, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tanpa tangan dan
berkaki. Mereka adalah orang yang ketika di dunia dulu suka mengganggu
tetangganya.
Kedua, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berupa babi hutan. Mereka
adalah orang yang ketika hidupnya meringankan malas dan lalai dalam
salat.
Ketiga, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan keledai, mereka Sedangkan
perut membesar seperti gunung dan di dalamnya penuh dengan ular dan
kalajengking. Meraka ini adalah orang yang enggan membayar zakat.
Keempat, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan darah memancut keluar
dari mulut mereka. Mereka ini adalah orang yang berdusta di dalam jual
beli.
Kelima, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berbau busuk lebih
daripada bangkai. Mereka ini adalah orang yang melakukan maksiat
sembunyi-sembunyi kerana takut dilihat orang, tetapi tidak takut kepada
Allah.
Keenam, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan leher mereka terputus. Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu.
Ketujuh, dibangkitkan dari kubur tanpa mempunyai lidah dan dari mulut
mereka mengalir keluar nanah serta darah. Meraka itu adalah orang yang
enggan memberi kesaksian di atas kebenaran.
Kedelapan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan terbalik yaitu kepala
kebawah dan kaki keatas, serta farajnya mengeluarkan nanah yang mengalir
seperti air. Meraka adalah orang yang berbuat zina dan mati tanpa
sempat bertaubat.
Kesembilan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah hitam gelap dan
bermata biru serta perutnya dipenuhi api. Mereka itu adalah orang yang
memakan harta anak yatim dengan cara zalim.
Kesepuluh, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tubuh mereka penuh
dengan sopak dan kusta. Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang
tuanya.
Kesebelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan buta, gigi mereka
memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke
dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut. Perutnya pula
menggelebeh hingga ke paha dan keluar beraneka kotoran. Mereka adalah
orang yang minum arak.
Keduabelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah yang
bersinar-sinar bercahaya laksana bulan purnama. Mereka melalui titian
sirath seperti kilat yang menyambar.
Mereka adalah orang yang beramal soleh dan banyak berbuat baik, selalu
menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara salat lima waktu, ketika
meninggal dunia keadaan mereka bertaubat dan mendapat ampunan, kasih
sayang dan keridhaan Allah.
MAN AROFA NAFSAHU
MAN ‘AROFA
Man ‘arofa nafsahu hadis Nabi
Faqod ‘arofa robbahu tujuan diri
Setelah sampai mengenal diri
Maka tercapai ketentraman hati.
La ilaha illalloh ucapan zahir
Bila mungkir menjadi kafir
Atas hakekat manusia lahir
Cari maknanya dibalik tabir.
Wujud Qidam didalam fana
Meng’isbatkan Alloh Al Baqa
Sholat da’im besar manfaatnya
Agar tercapai ketenangan jiwa.
Syekh Hamzah Al fansury.
Kajian mengenal diri sudah ada semenjak nabi terdahulu, kemudian
disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW didalam berita Isro’Mi’roj.
Perjalanan ini agar dapat dicontoh umat manusia, mereka yang berharap
dapat sampai ke singgasana Alloh dan bertemu dengan Zat yang disembah.
Tata cara demikian dimaksudkan agar umat manusia tertuntun dan terarah
didalam pencarian kehadiran dirinya, maka hadis Nabi “Man Arofa Nafsahu,
Faqod arofa Robbahu” sudah teruji dan terbukti kebenarannya, jalan
inilah yang hendak ditapak tilasi kembali.
BAB. I
PENDAHULUAN
وما كان لبشر ان يكلمه الله إلا وحيا او من ورائ حجاب او يرسل رسولا
فيوحي بإ ذنه ما يشآء إنه علي حكيم .
“Tiada seorang manusia dapat menerima bahasa Tuhan, kecuali dengan wahyu
(ilham) atau dibalik tabir, atau diutusnya utusan, lalu dengan izinNya
diwahyukan tentang apa yang dikehendakiNya, dan Dialah Maha Tinggi dan
bijaksana,” (Asysyuuro, QS. 42:51)
“Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu” terambil dari sebuah hadis
yang mengandung esensi kaum sufi mengaktualisasikan ke-Ilahi-an dari
banyak ayat.
Hadis ini salah satu pendukung dari perjalanan tasawuf, Man arofa yaitu
mengenal diri, maka seseorang akan sampai kepada pengenalan tentang
kehadiran Alloh, sebab esensi Nur Alloh, Nur Muhammad, Nur Insan adalah
Wujud Qidam dan Baqo, Wujud yang tidak terpisahkan oleh ruang dan waktu,
karenanya pernyataan bahwa tidak ada selain “Alloh yang dapat mengenal
Alloh”, hal demikian tidak dapat dicapai kecuali faqir melangkah dari
bawah, yaitu dimulai dengan mengenal Roh Ku atau Nur Insan.
Inilah adab perjalanan spiritual, sebab alam imajinasi tidak akan
terlindungi oleh awan “ma’na” kecuali perlindungan itu akan diberikan
oleh yang bathin.
Perlindungan bathin adalah dari bathin yang terhampar di qolbu orang
mu’min, disitu terbentang terowongan panjang yang tidak terlayani oleh
transport modern, kecuali ditempuh dengan sarana spiritual sehingga
mampu mengenal yang terindah dan tersimpan, yang mempunyai kemampuan
sangat luar biasa, Inilah Roh Ku (Nur Insan) yang hadir bersama Nur
Muhammad dan Nur Alloh. Jadi sangat tidak berakalnya manusia, kalau dia
menempuh perjalanan spiritualnya keluar dari dirinya, dia melaksanakan
syariat tanpa memasuki hakekat.
Kitab Suci tidak membenarkan pengikutnya bersilang selisih, kalimat
tauhid tidak membenarkan pengikutnya bertengkar dan bermusuhan, sebab
setiap pencari hakekat wujud yang sejati telah berada didalam dirinya.
Karena bahasa Alloh adalah simbolis, disampaikan dengan kias
mutasyabihat, maka yang mampu menerima sinyal itu adalah kaca mata
bathin setiap insane.
Keterbukaan itu dapat menuntun kepada wujud realitas terakhir yang disebut Al-Haq.
Bukan hanya mengakui kata atau kalimat “Illah” atau Alloh dalam bentuk
tulisan atau imajinasi ciptaan rekayasa umat manusia, akan tetapi “Iqro
kedalam diri”.
Kemanapun umat-Nya hendak menghadap, dimanapun ia berada, sedang apa dan
dalam keadaan bagaimanapun juga, tekadnya tidak lagi berubah,
pendiriannya teguh, imannya menjadi kokoh.
Kemudahan silih berganti, kemanapun menghadapkan mukanya, maka disitulah
wajah Alloh (Al-Baqoroh 2:115) demikianlah kebebasan hakekat telah
diberikan kepada umat yang berkehendak menerimanya.
Menginsyafi serta membuktikan tentang adanya kehidupan spiritualisme,
hanya ada pada umat manusia yang kritis didalam beragama, bahkan dizaman
Nabi Ibrahim kehidupan spiritualis sudah berkembang dan dipegang teguh
oleh mayoritas umat, meskipun agama belum ada, tetapi pengikutnya tunduk
dan patuh, pasrah dan menyerah kepada Alloh didalam bahasa arab disebut
“ISLAM”, keikhlasan didalam kehidupan, kejujuran berbuat itulah hakekat
Islam, karena islam bertujuan kepada Alloh, pasrah kepada Nya, maka
islam tidak dimonopoli oleh salah satu suku atau agama saja, begitu pula
pengikut nabi-nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad S.A.W, yang
benar-benar pasrahnya kepada Alloh, akan diterima kembali disisi Nya
sesudah berpisah jasad dengan rohnya. Bagi perjalanan tasawuf hendaklah
berusaha untuk mencapai tujuan kepada Alloh, bukan untuk bertengkar
didalam perjalanan, dan tidak terpaku dengan titik koma bacaan, dan
tulisan, Alloh tidak ada didalam bacaan atau tulisan, Alloh berada pada
yang membaca dan yang menulis, apabila pelakunya mengerti tentang Alloh,
itulah suatu tanda untuk sampai ketujuan. Oleh sebab itu tasawuf
hendaklah berusaha membuka dan membedah penutup agar masuk menceburkan
diri kedalam :
“Dia yang tiada berawal, Dia yang tiada berakhir, Dia yang berWujud, dan
Dia yang lahir dan bathin.” Sebenarnya Alloh disetiap waktu, dimana
saja mampu menampakkan diri-Nya kepada setiap umat manusia, tetapi
kebanyakan umat manusia tertutup dan terhijab oleh penglihatannya, maka
itulah yang menjadi penyebab utama kebutaan dan ketulian, penyebab itu
pula yang hendak disingkirkan oleh tasawuf.
Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu
Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu (Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya
===================
Assalamualaikum wr wb
Sahabatku,
DALAM Islam, Tuhan dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat transenden.
Dalam hal ini, kaum sufi sepakat sepenuhnya. Mereka berkata “Dengan rupa
apa pun engkau membayangkan Tuhan, Dia tetap berbeda dari bayanganmu.”
Namun, pada saat yang sama, mer
eka juga meyakini bahwa Tuhan juga
bersifat immanen, selalu ada di dalam semua ciptaan-Nya. Bahkan,
mustahil bagi manusia untuk mengetahui Tuhan, kecuali melalui
ciptaan-Nya.
Menurut kaum sufi, ciptaan yang paling dekat dan paling mudah untuk
mengantar kepada pengenalan Tuhan adalah diri manusia sendiri. Karena
itulah dalam sebuah kata-kata hikmah (bagi sebagian ulama ini dikatakan
sebagai hadits dari Rasulullah SAW) bahwa : “Man ‘Arofa Nafsahu faqod
‘Arofa Rabbahu”. “Barangsiapa mengenal dirinya (nafsahu) maka ia akan
mengenal Tuhannya”.
Sementara itu Imam Ali karamallahu wajhah mengatakan bahwa :
“Awwaluddina Ma’rifatullah”. “Awalnya beragama adalah mengenal Allah”.
Dengan demikian dapat dilihat hubungannya, bahwa Mengenal diri (An-Nafs)
merupakan awal dari seorang beragama dengan haq dan pada ujungnya
mengenal al-Haqq (Allah Swt). Wallahualam bissawab.
ALIF (Alhamdulillah It’s Friday). Selamat liburan panjang daqn berkumpul
bersama keluarga tercinta. Jangan lupa Hari Jum’at baca Al Kahfi dan
banyak-banyak membaca Shalawat Nabi.
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Baraka Allah Fikum. Aamiin YRA
MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU
"Man Arofa Nafsahu Faqod arofa robbahu",yang artinya "Siapa yang
mengenal dirinya,Maka akan mengenal Tuhan-nya" adalah sebuah ungkapan
yang populer dalam dunia Tassawuf.ada yang bilang ini hadits,tapi ada
yang mengatakan ungkapan ini bukan hadits tetapi sebuah ungkapan
...hikmah biasa.Saya tidak akan membahas pertentangan ini,biarlah
ungkapan ini kita pahami untuk diambil hikmahnya.
Dahulu ketika masih remaja,saya sering mendengar orang-orang berdiskusi
tentang Ma'rifatullah (Mengenal Allah) yang kebanyakan menggambarkan
orang-orang yang Ma'rifatullah itu sebagai orang yang sakti alias
keramat."Orang yang ma'rifatullah itu bisa jalan di atas air" atau
"Orang yang ma'rifatullah itu kalo dibacok gak mempan" juga bisa pergi
ke tempat yang jauh dalam sekejap mata,berada di dua tempat berbeda
dalam waktu yang sama,dan berbagai peristiwa ajaib lainnya.
Tajk ada bantahan yang bisa saya beri kecuali menerima saja
pendapat-pendapat model begini.Ya,bagaimana mau membantah atau
mengkritisi karena terlalu awam dalam masalah ini dan tidak mau pusing
memikirkan benar tidaknya. Pencarian jati dirilah yang akhirnya menyeret
saya untuk seakan-akan kembali mau tidak mau untuk mencari apa
sebenarnya ma'rifatullah.Saya yakin banyak juga diantara sahabat yang
mungkin sempat kepikiran mengenal hal ini,meski selintas.Atau bahkan
terus mencari jawabannya secara aktif. Mencari definisi-definisi dalam
buku-buku tassawuf mungkin hanya akan memberikan "Kepahaman Definitif".
Maaf,ini istilah saya sendiri.Maksudnya definisinya kita temukan di
buku,lalu bisa kita hafal di luar kepala dan kalo ada yang nanya
misalnya dalam sebuah diskusi,maka akan kita beri jawabannya.tetapi
sebenarnya tetap saja "Tak paham".seperti halnya para intelektual agama
menjelaskan tentang apa itu "Rasa Khusyu" namun ternyata tak pernah
mengalami "Khusyu".
Atau lebih dramais lagi seperti anak-anak kecil jaman sekarang yang
fasih menyanyikan lagu-lagu cinta,tapi tetap gak faham.Karena tidak
merasakan jatuh cinta sesungguhnya. Persoalan kita sebenarnya bukan pada
tataran definisi tetapi pada tataran Experience (pengalaman)
rasa.Seperti halnya Khusyu' adalah pengalaman rasa,maka ma'rifatullah
juga begitu.Yaitu rasanya yang akrab (kenal ) dengan Allah.Kita bisa
membandingkan saat kita menceritakan sosok Presiden SBY sehari-hari saat
sedang berada di rumah dengan cerita kita tentang sosok ayah kita saat
sedang di rumah.Kita hanya bisa menceritakan SBY barangkali berdasarkan
apa yang kita baca di koran atau melihat di TV.Tetapi bercerita tentang
ayah kita,maka akan terasa istimewa.Bukan hanya hapal tentang
kebiasaab-nya tapi juga bisa mencium bau keringatnya.Hal yang tidak bisa
terjadi saat kita bercerita tentang SBY.
Nah,lantas kalo memang Ma'rifatullah itu experience (pengalaman ) rasa
untuk apa dibahas di sini? Karena pasti tak nyambung tokh..?
subhanallaah...sebagaimana rasa khusyu' itu sebuah experience pribadi
seorang hamba dengan Tuhannya saat sholat yang sebenarnya hanya bersifat
subjektif tetapi dalam hal ini Rasulullah SAW pernah memberi sebuah
ilustrasi dalam hadits dimana Beliau mengatakan bahwa kalau khusyu' hati
seseorang maka akan khusyu' badannya.
Dalam sebuah hadits,Rasulullah SAW pernah menanyakan kepada seseorang
apakah ia sudah sholat.Orang itu menjawab bahwa ia sudah sholat.Lalu
Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang itu belum sholat dan kemudian
Baginda SAW menyuruh orang itu sholat.Setelah itu Baginda SAW menyakan
lagi seperti di atas dan jawaban orang itu bahwa ia sudah sholat.Namun
Rasulullah tetap mengatakan hak yang sama.Hingga berulang sebanyak tiga
kali yang pada akhirnya Baginda SAW menegaskan bahwa orang itu belum
dinilai telah melakukan sholat ,karena tidak Thuma,ninah (bersikap
tenang) dalam sholatnya,yang barangkali dinilai tidak khusyu'.
Tentang ma'rifatullah ada ilustrasi yang sederhana dan sangat gamblang
dari sufi besar As syaikh Abul Hasan As Syadzili yang lebih kurang
ilustrasinya sebagai berikut: Seseorang yang ma'rifatullah itu adalah
orang yang melihat betapa hinanya ia,sehingga terlihat di hadapannya
kemuliaan tuhannya.seseorang yang menyadari kelemahannya,lalu sadar
bahwa Tuhannya lah Yang Maha Kuat.
Ia melihat kefaqiran dirinya,lalu sadar bahwa Tuhannya lah Yang Maha
kaya,sehingga ia bergantung kepada-Nya dalam setiap urusan. ahli-ahli
ibadah atau cendekiawan sekalipun kalo tak memiliki gambaran seperti hal
di atas rasanya bukanlah orang yang ma'rifatullah. ada sebuah lantunan
do'a yang konon juga dari Nabi SAW,yaitu : ALLAHUMA INNI DHO'IFUN
FAQOWWINI WA INNI DZALILUN FA A'IZZANI WA INNI FAQIRUN FA AGHNINI (YAA
ALLAH SUNGGUH AKU LEMAH MAKA KUATKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU HINA MAKA
MULIAKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU FAKIR MAKA KAYAKANLAH AKU). Kepada Allah
saya mohon ampun atas segala khilaf.Segala puji hanya bagi Allah
semata.Salam dan sholawat semoga senantiasa dilimpahkan-Nya kepada
Nabi-Nya yang terpih.Allahu a'lam bisshowab
Pepatah
mengatakan: Tak jumpa maka tak kenal, tak kenal maka tak cinta. Cinta
kepada Allah semata. Cinta kasih adalah rahasia Allah.
Dia menciptakan manusia dalam bayangan Rahman (hadist Rosululloh).
Bagaimana caranya kita mengenal Dzat Allah? Dimana? Kemana kita harus
mencari Dzat Allah? Apakah harus ke Mekkah ataukah ke negeri Cina?
Apakah sedemikian jauhnya Dzat Allah itu berada?
Bagi umat Islam sebagai bahan rujukannya adalah Al Qur’an dan hadist Rosulullah.
BERDASARKAN AL QUR’AN ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
1. BILA HAMBA-HAMBA KU BERTANYA TENTANG AKU KATAKANLAH BAHWA AKU DEKAT (AL BAQARAH 2 : 186).
2. LEBIH DEKAT AKU DARI PADA URAT LEHER (AL QAF 50 : 16).
3. KAMI AKAN PERLIHATKAN KEPADA MEREKA TANDA-TANDA (AYAT-AYAT) KAMI DI
SEGENAP PENJURU DAN PADA DIRI MEREKA (FUSHSHILAT 41 : 53).
4. DZAT ALLAH MELIPUTI SEGALA SESUATU (FUSHSHILAT 41 : 54).
5. DIA (ALLAH) BERSAMAMU DIMANAPUN KAMU BERADA
(AL HADID 57 : 4).
6. KAMI TELAH MENGUTUS SEORANG UTUSAN DALAM NAFS (DIRI)-MU (AT TAUBAH 9 : 128).
7. DI DALAM DIRI-MU APAKAH ENGKAU TIDAK MEMPERHATIKAN (ADZ DZAARIYAAT 51 : 21).
8. TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA (AL ANFAAL 8 : 24).
9. AKU CIPTAKAN MANUSIA DENGAN CARA YANG SEMPURNA
(AT TIN 95 : 4).
Manusia diciptakan dengan cara yang sempurna. Berarti bahan dasarnya
juga harus sempurna yaitu Dzat Yang Maha Sempurna. SETELAH AKU
SEMPURNAKAN KEJADIANNYA AKU TIUPKAN RUH-KU KE DALAMNYA ( AL HIJR 15 : 29
). Berarti Dzat Allah berada di dalam diri setiap manusia, baik mata
belo maupun mata sipit, hidung mancung maupun pesek, kulit hitam, putih,
coklat maupun kuning.
Kita semua tenggelam atau baqo' dalam Tuhan. Bila Jubah Allah itu bulat
seperti bola maka kita semua seperti berada di dalam bola yang kemanapun
kita menghadap baik kekiri, ke kanan, ke atas maupun kebawah disanalah
Wajah Allah. DIA ada dimana-mana namun dalam ke-Esa-an-NYA, DIA tidak
kemana-mana.
HADITS QUDSI DAN HADITS RASULULLAH :
1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.
2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN TOLABAL MAULANA BIGHOIRI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BA'IDA : Barang
siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan
tersesat semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU ZHOHIRULLAAH: Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah zhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU: Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.
7. DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG
DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD
ADA SYAGHOFA, DI DALAM SYAGHOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU
MENYIMPAN RAHASIA.
8. LAA YA'RIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.
10. MA 'AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.
Apakah kita bisa bertatap muka secara langsung dengan Allah? Mari kita
lihat Surat Al Baqarah ayat 1: ALIF LAM MIM. Mengapa tidak dibaca ALAM
atau ALIM??? HANYA ALLAH YANG MENGETAHUI ARTINYA. Yang mengetahui Allah
hanya Allah. Huruf Alif adalah milik Allah, Lam untuk utusan Allah dan
Mim untuk Muhammad (insan, manusia).
Antara Alif dan Mim ada Lam, antara Allah dan manusia ada apa?? ADA SIR.
Sir dalam hal ini bisa berperan sebagai utusan, sebagai pembawa berita,
sebagai naluri, sebagai angan-angan atau imajinasi, sebagai generator
dan bisa juga sebagai mikro prosesor penerima atau pengolah data.
TIDAK ADA SEORANG PUN
YANG DAPAT BERCAKAP-CAKAP DENGAN ALLAH, KECUALI DENGAN WAHYU, ATAU DARI
BELAKANG TABIR, ATAU DENGAN MENGIRIMKAN UTUSAN-NYA DENGAN SEIZIN-NYA.
( AS-SYUARA 42 : 51 ).
MULAI HARI INI AKU SINGKAPKAN TABIR YANG MENUTUPI MATAMU, MAKA PENGLIHATANMU AKAN MENJADI TAJAM (AL QAAF 50 : 22).
TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA. (AL ANFAL 8 : 24).
Qolbu
merupakan titik terendah dari sumbu komunikasi vertikal kepada Allah.
Tabir akan menjadi transparan dan akan menjadi kabel penghubung untuk
berkomunikasi dengan Allah, manakala kita tidak ragu-ragu akan kebenaran
Al Qur’an dan yakin akan keghoiban Allah dimana qolbu merupakan pintu
masuk ke alam ghoib. Komunikasi dengan Allah hanya bisa melalui dzikir
qolbu.
INILAH KITAB YANG TIADA DIRAGUKAN, SUATU PETUNJUK BAGI MEREKA YANG TAKWA, YAITU MEREKA YANG BERIMAN KEPADA YANG GHOIB.
( AL BAQARAH 2 : 2-3 )
DAN SEBUTLAH ( NAMA ) TUHANMU DALAM HATIMU…( AL A’RAF 7 : 205 ).
DIA AKAN MEMBERI PETUNJUK KEPADA HATINYA ( AT TAGABUN 64 :11 )
DIALAH JIBRIL YANG MENURUNKAN AL QUR’AN KE DALAM QOLBUMU DENGAN SEIZIN ALLAH (AL BAQARAH 2 : 97).
Oleh karena itu seorang akan betul-betul yakin kepada kebenaran Al
Qur’an dan hakikat Dzat, setelah yang bersangkutan mengalami hal-hal
yang bersifat ghoib. Pengalaman ghoib itulah yang sangat didambakan oleh
para pencari Tuhan. Pengalaman ghoib itulah yang disebut ilmu ilhamiah
atau ilmu laduni yang lebih dipercayai oleh mereka para sufi dari pada
ilmu akal.
BARANG SIAPA YANG HATINYA DIBUKA OLEH ALLAH KEPADA ISLAM (DAMAI) MAKA IA ITU MENDAPAT CAHAYA DARI TUHAN NYA.
(AZ ZUMAR 39 : 22).
Menurut Al Ghazali Dzat Allah itu sangat terang benderang, sehingga hanya bisa ditangkap oleh mata hati.
CAHAYA DI ATAS CAHAYA (AN NUR 35),
DIA (ALLAH) TIDAK TERCAPAI OLEH PENGLIHATAN MATA
(AL AN’AM 6 : 103).
YANG PERTAMA-TAMA AKU BERIKAN KEPADA MEREKA (YANG BERIMAN) ADALAH NUR KU YANG AKU TARUH DI HATI MEREKA (HADITS QUDSI).
Ketika Musa berdo’a ingin melihat Tuhan, maka Tuhan berfirman :
ENGKAU (MUSA) TIDAK AKAN SANGGUP MELIHAT AKU.
MAKA MANAKALA TUHANNYA MEMPERLIHATKAN DIRI DI ATAS BUKIT, BUKIT ITU HANCUR DAN MUSA JATUH TIDAK SADARKAN DIRI
(AL A’RAF 7 : 143).
Maka dengan demikian adalah sangat terlarang untuk menyingkap tabir
rahasia Allah, kita tidak boleh melewati batas-batas yang telah
ditetapkan Allah.
ALLAH MEMPUNYAI TUJUHPULUH HIJAB CAHAYA DAN KEGELAPAN; SEANDAINYA DIA
MENYIBAKKAN HIJAB-HIJAB ITU MAKA KEAGUNGAN WAJAHNYA AKAN MEMBAKAR SEGALA
YANG DILIHAT OLEH MAHLUK-NYA ( HADITS ROSULULLAH ).
Berpikirlah kamu tentang makhluk Allah, jangan berpikir tentang Dzat Penciptanya.
Aku tidak mengenal Allah, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang telah Allah berikan kepadaku. ( Hadits Rosulullah ).
Bila kita berusaha mencoba menyingkap tabir tersebut, maka kita akan
hancur lebur seperti halnya dalam riwayat Nabi Musa yang ingin melihat
Allah, dimana gunung sekalipun akan hancur. Mengenal Tuhan harus melalui
Tuhan. Dia yang mengenali dan Dia yang dikenali adalah sama. Jasmani
Musa dengan ke-aku-annya tidak mungkin bisa berhadapan dengan Tuhan,
karena tidak ada sesuatu wujud yang lain disamping Allah. Kekasaran
jasmani dan ke-aku-an merupakan tabir yang pekat.
Sesungguhnya Allah telah memberikan peringatan kepada kita semua :
WA YUHADZDZITU KUMULLAHU NAFSAHU : DIA MEMPERINGATKAN KA MU TERHADAP DIRINYA (AL IMRAN 3 : 30).
KULLU SYAI’IN HAALIKUN ILLAA WAJHAHU : SEGALA SESUATU AKAN MUSNAH KECUALI WAJAHNYA (AL QASHASH 28 : 88).
Bila ingin berjumpa dengan Tuhan, hancur luluhkan dirimu sendiri,
ke-akuan-mu, egomu, tutup mata dan telingamu, tutup semua ilmu dan teori
tentang Dzat, kosongkan hati dan pikiranmu dari segala sesuatu selain
Allah semata, maka KE-AKU-AN TUHAN, RUH TUHAN dalam dirimu akan muncul
memperlihatkan JAMAL-NYA. AKU dan AKU saling bertemu dan berdialog.
Demikianlah apa yang dilakukan Musa selama 40 hari dan 40 malam,
sehingga Musa pun bisa menerima wahyu 10 Perintah Tuhan. Demikian juga
Nabi Muhammad SAW, menurut para sesepuh, wahyu pertama turun setelah 40
hari dan 40 malam di Gua Hira.
Sabda Rosulullah : Kita harus bisa mati sebelum mati.
Siapa yang mengenal diri, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Berapakah umur kita sekarang? dan Sudahkah kita mengenal diri kita sendiri?
Jangan bilang kalau “Saya sudah mengenal Allah tetapi tidak mengelan diri sendiri”
Mengenal diri dalam kaitannya dengan pengenalan diri terhadap Tuhan,
karena untuk tahu Allah harus tahu Hambanya dulu, Rahasia Tuhan ada pada
Hambanya.. , mengenal diri sama dengan mengenal jati diri… siapa
dirinya yang sejati?
Dari apa manusia itu di ciptakan?..
“Hendaklah kamu perhatikan darimana kamu di ciptakan”, manusia
diciptakan dari setetes air mani, melalui sulbi tulang belakang? sebagai
wasilahnya adalah kedua orang tua kita. kemudian melalui beberapa
proses dan beberapa bulan, terciptalah yang namanya manusia..
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)” (Al A’raaf 172),
Ingatkah kita bagaimana Tuhan itu? seperti yang di jelaskan ayat
diatas… bukankah kita pernah bersaksi!!!,, ataukah benar juga apa yang
di katakan ayat diatas,,, “kami adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini”,
Maha benar Allah dengan segala Firmannya bahwasannya kami lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)
Terus apa yang bikin kita lengah terhadap keesaan Tuhan?
Kita perhatikan mulai kita di lahirkan di muka bumi ini ,, , orang
tua kita dengan pelan-pelan mengajarkan atau membimbing tentang
lingkungan sekeliling kita, daya pandang kita keluar dari diri, kemudian
daya dengar kita,,, bahkan daya raba kita, semua di bimbing keluar dari
dalam diri. Tidak pernah dibimbing untuk melihat apa yang ada dalam
diri kita, mendengar suara yang keluar dari dalam diri kita, bahkan
meraba apa yang ada dalam diri kita. Tentunya tidak menyalahkan kedua
orang tua kita, itu memang sudah seharusnya dilakukan, bahkan itu wajib
di berikan oleh setiap orang tua dalam rangka kiprahnya nanti dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pernahkah memperhatikan diri sendiri,, mendengar diri sendiri, meraba diri sendiri.
SUSAH? pasti.. karena kebiasaan kita melihat, mendengar, meraba apa-apa yang di luar dari diri kita.
Kita coba mengenal keesaan Allah melalui mengenal diri sendiri..
meneliti diri… tidak usah meneliti orang lain, karena orang lain jg sama
manusiannya..
Manusai terdiri dari 3 bagian yaitu Jasmani, Jiwa dan Rohani.
Jasmani adalah wujud yang bisa dilihat oleh mata dan bisa di raba..
wujud dzahir dari ujung rambut sampai ujung kaki dalam bentuk dan rupa
yang berbeda-beda, yang terbentuk dari sari pati makanan dan tumbuhan
serta air melalui makanan yang kita makan, sehingga terbentuklah tubuh
manusia.
Jiwa terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Ghodob, Sahwat, dan Natiqah