Latest Posts

Kamis, 29 Januari 2015



Saat merasa tak nyaman, banyak balita mengekspresikan diri dengan menangis dan mengamuk. Tak jarang, kelakuan buah hati membuat orang tua marah dan frustasi.

Sebuah studi membeberkan, amukan dan amarah balita Anda bukan tanpa alasan. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal "Emotion," para ilmuwan merekam suara selama balita mengamuk. Mereka menemukan, setiap jenis suara seperti menjerit, berteriak, menangis, merengek, dan rewel memiliki irama akustik dengan fitur berbeda. Mereka juga menemukan adanya pola dan vokalisasi tertentu.

"Menjerit, berteriak dan menendang sering dilakukan bersamaan. Kombinasi menangis, merengek, dan berguling di lantai bertujuan untuk mencari mencari kenyamanan," ujar penulis studi Michael Potegal, seorang profesor pediatrik di Universitas Minnesota.

Frustasi, menurut James A Green merupakan pemicu balita mengamuk. "Sama seperti orang dewasa, anak yang merasa tujuan tak tercapai akan merasa frustasi dan marah."

Penyebab bayi frustasi dan marah bisa karena banyak hal, seperti kelelahan atau rasa sakit. Namun, balita tak punya banyak cara untuk menghadapi situasi ini, seperti anak yang lebih tua. Ada beberapa cara untuk menghadapi balita yang sedang mengamuk, seperti dikutip Shine.

1. Menunggu
Jika anak sedang mengamuk, yang bisa Anda lakukan hanya menunggu hingga puncak kemarahannya berlalu. Mencoba memberi pengertian kepada anak yang kehilangan kontrol tidak banyak membantu.

"Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah membawanya ke tempat yang bisa membuatnya tenang tanpa mengganggu orang lain," ujar Michelle Nicholasen, penulis 'I Break for Meltdowns: How to Handle the Most Exasperating Behavior of Your 2- to 5-Year-Old'.

2. Jangan mengancam, membujuk, atau menyuap anak
Orang tua mungkin tak mampu mengendalikan amukan buah hati, tapi Anda bisa mengendalikan reaksi diri sendiri. Menurut Nicholasen, "Orangtua bisa membuat anak makin mengamuk dengan berteriak agar anak berhenti, atau dengan mengancam mereka," katanya.

Alih-alih bertanya alasan amukan kepada balita 2-3 tahun, sadari saja balita Anda sedang kesal. "Balita yang sedang marah takkan mampu mendengar alasan, bujukan atau peringatan sampai mereka yakin kita memahami dan menghormati pesan mereka," ucap Dr Harvey Karp, penulis 'The Happiest Toddler on the Block.'

3. Menawarkan kenyamanan
Begitu anak melewati puncak kemarahan, mereka lebih bersedia untuk dihibur dan ditenangkan.

4. Cari humor dalam situasi ini
Banyak orangtua akhirnya frustrasi dan marah saat anak mengamuk. Namun Green menekankan, sebuah amukan masih terbilang normal hingga titik tertentu. "Ini juga akan berlalu," katanya. Dia melanjutkan, "Tantrum adalah peristiwa dalam perkembangan anak dan biasanya menurun setelah usia 4."

Sambil menunggu anak melalui amarahnya, sebuah lelucon bisa membantu orang tua. "Bayangkan Anda bertingkah seperti anak Anda. Pasti akan sulit untuk tidak tersenyum," kata Nicholasen.

5. Jangan menganggapnya kegagalan
Orangtua pasti dinilai buruk saat anak berperilaku tak menyenangkan di depan umum. Yang terpikir oleh orang tua adalah mereka telah mengajar sopan santun tetapi anak tetap nakal. Orang tua juga kerap menyalahkan diri mengapa anak melakukannya.

Sumber : http://ahadan.blogspot.com/2012/01/anak-anda-marah-menenangkan-anak-kecil.html

Anak Anda Marah??? (Menenangkan Anak Kecil Yang Sedang Marah)



Saat merasa tak nyaman, banyak balita mengekspresikan diri dengan menangis dan mengamuk. Tak jarang, kelakuan buah hati membuat orang tua marah dan frustasi.

Sebuah studi membeberkan, amukan dan amarah balita Anda bukan tanpa alasan. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal "Emotion," para ilmuwan merekam suara selama balita mengamuk. Mereka menemukan, setiap jenis suara seperti menjerit, berteriak, menangis, merengek, dan rewel memiliki irama akustik dengan fitur berbeda. Mereka juga menemukan adanya pola dan vokalisasi tertentu.

"Menjerit, berteriak dan menendang sering dilakukan bersamaan. Kombinasi menangis, merengek, dan berguling di lantai bertujuan untuk mencari mencari kenyamanan," ujar penulis studi Michael Potegal, seorang profesor pediatrik di Universitas Minnesota.

Frustasi, menurut James A Green merupakan pemicu balita mengamuk. "Sama seperti orang dewasa, anak yang merasa tujuan tak tercapai akan merasa frustasi dan marah."

Penyebab bayi frustasi dan marah bisa karena banyak hal, seperti kelelahan atau rasa sakit. Namun, balita tak punya banyak cara untuk menghadapi situasi ini, seperti anak yang lebih tua. Ada beberapa cara untuk menghadapi balita yang sedang mengamuk, seperti dikutip Shine.

1. Menunggu
Jika anak sedang mengamuk, yang bisa Anda lakukan hanya menunggu hingga puncak kemarahannya berlalu. Mencoba memberi pengertian kepada anak yang kehilangan kontrol tidak banyak membantu.

"Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah membawanya ke tempat yang bisa membuatnya tenang tanpa mengganggu orang lain," ujar Michelle Nicholasen, penulis 'I Break for Meltdowns: How to Handle the Most Exasperating Behavior of Your 2- to 5-Year-Old'.

2. Jangan mengancam, membujuk, atau menyuap anak
Orang tua mungkin tak mampu mengendalikan amukan buah hati, tapi Anda bisa mengendalikan reaksi diri sendiri. Menurut Nicholasen, "Orangtua bisa membuat anak makin mengamuk dengan berteriak agar anak berhenti, atau dengan mengancam mereka," katanya.

Alih-alih bertanya alasan amukan kepada balita 2-3 tahun, sadari saja balita Anda sedang kesal. "Balita yang sedang marah takkan mampu mendengar alasan, bujukan atau peringatan sampai mereka yakin kita memahami dan menghormati pesan mereka," ucap Dr Harvey Karp, penulis 'The Happiest Toddler on the Block.'

3. Menawarkan kenyamanan
Begitu anak melewati puncak kemarahan, mereka lebih bersedia untuk dihibur dan ditenangkan.

4. Cari humor dalam situasi ini
Banyak orangtua akhirnya frustrasi dan marah saat anak mengamuk. Namun Green menekankan, sebuah amukan masih terbilang normal hingga titik tertentu. "Ini juga akan berlalu," katanya. Dia melanjutkan, "Tantrum adalah peristiwa dalam perkembangan anak dan biasanya menurun setelah usia 4."

Sambil menunggu anak melalui amarahnya, sebuah lelucon bisa membantu orang tua. "Bayangkan Anda bertingkah seperti anak Anda. Pasti akan sulit untuk tidak tersenyum," kata Nicholasen.

5. Jangan menganggapnya kegagalan
Orangtua pasti dinilai buruk saat anak berperilaku tak menyenangkan di depan umum. Yang terpikir oleh orang tua adalah mereka telah mengajar sopan santun tetapi anak tetap nakal. Orang tua juga kerap menyalahkan diri mengapa anak melakukannya.

Sumber : http://ahadan.blogspot.com/2012/01/anak-anda-marah-menenangkan-anak-kecil.html

0 komentar:

Minggu, 18 Januari 2015

Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu 

Sebaik baik dalam menjalankan Ibadah kepada Allah adalah dengan terlebih dahulu mengenal Allah.Bersyukurlah kita yang dilahirkan dalam keadaan Islam sehingga memudahkan kita dalam menjalankan makna kata Ke Esaan Allah SWT,dengan didikan dari Orang Tua yg kita cintai dan dari pembelajaran ttg Agama Islam,kita telah mendapat pengetahuan tentang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT...dan berbahagialah kita sebagai pemeluk Agama yang sempurna yang telah mendapatkan pengetahuan dan pelaksanaan Ibadah kepada Allah yang telah disampaikan langsung oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga kita tinggal meneruskannya.Di dalam Kitab Suci Umat Islam Al'quran telah begitu lugas dan gamblang Allah telah menjelaskan tentang segala hal baik ttg kehidupan bermasyarakat (Hablumminannash) maupun berhubungan dengan Allah(Hablumminallah).

Tetapi sebagai manusia yang memiliki karunia yang sangat besar yang membedakan kita dengan makhluk apapun di dunia ini yaitu Akal Fikiran dan Hati Nurani maka sudah selayaknyalah kita belajar dan mengkaji makna yang terkandung dalam Al'quran maupun Hadist Rasulullah SAW sehingga kita bisa menjalankan Ibadah yang sebenar benar di terima Allah SWT.
Seperti tema yang kita bahas yaitu AWALLUDIN MA'RIFATULLAH yang berarti Awal Agama Mengenal Allah maka sebagai manusia yang berakal sudah sepatutnya kita mencoba tuk lebih dalam  Mengenal Allah.
Mengutip perkataan Imam Al-Ghazali yang mengatakan : “Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.”

Banyak kalangan masyarakat yang saya jumpai yang sepertinya enggan tuk lebih dalam mengenal Allah dengan berbagai alasan,salah satunya dengan mengatakan bahwa semua sdh diatur dlm Al-quran dan Hadist dan sdh dijalankan oleh Rasulullah,Sahabat dan para Ulama ,kita tinggal menjalankannya tanpa perlu tahu lebih dalam lagi mengenai Allah..saya mengatakan bahwa mereka tidaklah salah sebab bagi umat Islam yang hanya mengikuti Aturan Islam saja InsyaAllah sudah dijamin Akhiratnya.Yang jadi permasalahan jika kita hanya mengikuti aturan yang sdh ada dengan apa adanya ,APAKAH BISA MENJAMIN hingga akhir hayat nanti tetap ber Iman kpd Allah dlm makna yang sebenarnya?? sebab dunia sekarang ini terlalu banyak halangan dan rintangan bagi kita yang dengan sangat mudah menggeser Akidah kita terhadap Allah dan Rasul Nya.Saya hanya menyarankan kepada kita agar lebih meluangkan waktu sedikit dan menggunakan hati dan akal sedikit saja tuk mencoba mengenal Allah sebagai dasar ke TAUHID an kita kepada Allah.

Kemudian timbul pertanyaan bagaimana MENGENAL ALLAH (Ma'rifatullah) tersebut....saya bukanlah ahli Fiqih maupun ahli dalam Ilmu Ma'rifat tetapi sedikit akan saya bagi pemahaman yg saya dapat dlm Mengenal Allah.Mengenal Allah tidak akan pernah lepas dari konteks awal yaitu MENGENAL DIRI,seperti Hadist Qudsi dan Hadist Rasullah di bawah ini:

1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.

2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN TOLABAL MAOLANA BIGOERI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BAIDA : Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU DHOHIRULLAAH : Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah dhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU : Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.

7. DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGOFA, DI DALAM SYAGOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN RAHASIA.
8. LAA YARIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.

10. MAA AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.



Jelas sekali dari Hadist tersebut di atas menggambarkan bahwa Untuk Lebih Mengenal Allah maka kita haruslah Mengenal diri kita terlebuh dahulu. Mengenal diri tersebut yaitu dengan jalan kita haruslah menggunakan dua sisi Karunia Allah yaitu Fikiran dan Hati Nurani,kita haruslah mengetahui dan mengkaji awal mula sewaktu kita didalam Rahim Ibu,bahkan sebelum kita ada didalam  Rahim Ibu, kita berada di mana,kemudian apa tujuan kita (manusia) diciptakan dan akan kembali kemana kita setelah kita tiada...setelah kita mengenal diri kita lebih dalam barulah kita bisa bersaksi dengan ke Imanan yang teguh "LAILAHAILALLAH MUHAMMADURASULULLAH".

Mengenai cara yg lebih dalam tuk lebih mengenal diri dan mengenal Allah dapat dilakukan dengan cara Bertafaqur spt yg telah saya jelaskan pada Entri yg terdahulu yaitu Membuka Hijab..
Jika ada  kesalahan saya mohon Ampun kepada Allah SWT sebab Dia lah sumber dari segala kebenaran...semoga bisa bermanfaat bagi yang membutuhkannya...

MAN ARAFA NAFSAHU FAQAT ARAFA RABBAHU

Terdapat hadits yang mengatakan "Barang Siapa Mengenal Dirinya, maka akan mengenal Tuhannya". Bagaimana tahap pertama Langkah yg diharus dilakukan untuk mengenal tuhannya?
Jawaban:
Banyak ulama yang mengatakan bahwa terdapat hadits yang mengatakan "Barangsiapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya". Namun beberapa ulama seperti An-Nawawi dan As-Suyuthiy mengatakan bahwa “Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)”

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang status kalimat tersebut hadits atau bukan, kalimat ini berselarasan dengan yang dikatakan Allah:

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." [QS Al Hasyr (59):19]

Dalam Buku Minhajul Abidin, Imam al Ghazali menjelaskan dengan detil tentang bagaimana mengenal diri menjadi anak kunci untuk mengenal Allah Swt. Beliau mengatakan ada 7 (tujuh) tahapan (aqabah) untuk mengenal diri.

Tahapan pertama adalah "Menuntut Ilmu". Inilah yang dimaksud dalam hadits: "Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim". Ibarat sebuah kompas, ilmu adalah alat bagi kita untuk mencapai sebuah tujuan. Ibarat perjalanan jauh di gurun pasir, ilmu adalah bekal yang menemani perjalanan kita.

Tanpa perbekalan yang tepat kita malah akan membawa bekal yang menjadi beban dalam perjalanan. Tanpa perbekalan yang mencukupi, kita dapat kehausan dan kelaparan di tengah perjalanan.

Tanpa kompas, kita akan tersesat menuju tujuan. Seharusnya berjalanan ke timur, kita malah berjalan ke barat. Harusnya terus berjalan, kita berputar-putar disebuah tempat, menyangka bahwa itu adalah tujuan akhir perjalanan. Al-Quran sesungguhnya sumber ilmu, untuk menempuh perjalanan tersebut.

Dalam menuntut ilmu, kita akan mengetahui bahwa awal yang harus dimiliki oleh setiap pencari Tuhan adalah "keikhlasan", namun memahami keikhlasan juga membutuhkan ilmu.

Hanya para pencari yang sungguh-sungguh mencari Allah sajalah yang akan dijemput-Nya. Siapa yang mendekati berjalan, Dia akan menyambutnya dengan berlari. Siapa yang mendekati sedepak, Dia akan mendekatinya sehasta. Dia akan menyambut dengan sangat gembira, melebihi gembiranya seorang yang kehilangan unta di padang pasir luas, dan tiba-tiba untanya kembali.

“Barangsiapa yang mendekati Allah sedepa, Dia akan mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari.” (HR Ahmad dan Thabrani)

Nabi saw pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana keadaan kalian, seandainya di antara kalian suatu saat berada di padang pasir membawa perbekalan dan unta, lalu kalian tertidur; dan ketika bangun, kalian mendapati unta dan perbekalanmu hilang?”

Para sahabat menjawab, “Tentu cemas sekali, ya Rasulallah!” Rasulullah melanjutkan, “Di saat kalian cemas, tiba-tiba kalian lihat unta itu kembali dari tempat jauh dan menghampiri kalian dengan membawa seluruh perbekalanmu. Apa perasaan kalian?”

Para sahabat kembali menjawab, “Tentu kami akan bahagia sekali.” Nabi yang mulia lalu berkata, “Allah akan lebih bahagia lagi melihat hamba-Nya yang datang kepada-Nya daripada kebahagiaan seseorang yang kehilangan unta kemudian ia melihat untanya datang kembali kepadanya.” (HR. Muslim)

Jika sungguh-sungguh Allah tujuannya, Allah sendirilah yang akan menjaga dari ketersesatan. Allah sendiri yang akan membimbingnya. Namun cara Allah menuntun kata Rumi (Jalaluddin Rumi) cara yang sangat misterius. Menuntut ilmu, juga merupakan perbekalan untuk menjalani tuntunan-Nya yang sangat misterius itu.

Penjelasan ini yang dimaksud dengan kata-kata Imam al Ghazali : "...semua manusia akan rusak kecuali orang yang berilmu, semua manusia yang berilmu akan rusak kecuali orang yang beramal, semua manusia yang beramal akan rusak kecuali orang yang ikhlas".

Jalan menuju Allah adalah sebanyak jiwa hambanya. Artinya, jalan mengendal diri, akan berbeda satu dengan yang lainnya. Namun patternya sama, seperti yang dijelaskan oleh Imam al Ghazali dalam 7 aqabah tersebut. Detil dalam tiap-tiap aqabah ini yang akan berbeda satu sama lain.

***
Secara sturkturisasi unsur, dalam Al Quran Allah mengatakan ada 3 unsur pembentuk manusia:

1. Jasad, tubuh atau jasmani (al-jism)
2. Jiwa atau diri (an-nafs)
3. Ruh atau nyawa (ar-ruh)

Mengenal diri yang akan menjadi jembatan pengenalan kepada Tuhan, bukan pengenalan kepada unsur jasad (al-jism), tetapi kepada unsur jiwa atau diri (an-nafs).

Jadi bukan pengenalan terhadap bagaimana bentuk mata, telinga, wajah, rambut, tangan, kaki kita yang akan mengantarkan kepada pengenalan kepada Allah, tetapi pengenalan kita kepada jiwa atau diri (an-nafs) yang mengantarkan kita mengenal Allah Swt.

Jiwa atau diri (an-nafs) berbeda dengan ruh atau nyawa (ar-ruh). Kebanyakan orang menyamakannya. Bahkan terkadang kata an-nafs diterjemahkan sebagai ruh. Karenanya saya mengajak sahabat-sahabat untuk mencoba menelisik AQ dengan mencermati kata dalam Arab-nya, untuk melihat spesifikasinya.

Lalu, kenapa pengenalan kita kepada unsur jiwa atau diri (an-nafs) akan mengantarkan kita kepada Allah?

Karena sesungguhnya unsur pembentuk manusia yang dapat "mengenal" dan "selalu bertemu" dengan Allah adalah unsur jiwa atau diri (an-nafs) ini. Saat manusia belum lahir ke dunia, unsur jiwa atau diri (an-nafs) inilah yang melakukan janji setia kepada Allah Swt dengan mengatakan: "balaa syahidna".

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" [QS Al A’raaf (7):172]

Karenanya apabila kita mengenal jiwa atau diri (an-nafs), maka akan mengantarkan kita mengenal Allah Swt.

Ketika seorang manusia meninggal dunia, kita sering mendengar kalimat: "Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya". Kata-kata ini sebenarnya kurang tepat, karena mengandung beberapa kerancuan.

Kerancuan pertama adalah mengenai kata "arwah". Arwah adalah jamak dari kata "ruh". Padalah, ruh seseorang adalah tunggal, bukan jamak. Kerancuan yang lain adalah, ruh selalu dalam keadaan suci. Yang terkotori oleh dosa adalah jiwa. Seharusnya yang didoakan adalah jiwa, bukan ruh seseorang.

Ketika seseorang meninggal dunia, maka ruh akan terlepas dari jasad. Ruh inilah yang memberikan "energi" kepada jasad. Sehingga, ketika seseorang masih hidup, jasadnya bisa dirasakan hangat dan tumbuh.

Sementara jika sudah meninggal, jasanya akan dingin karena energinya sudah tidak ada. Ketika jasad dikuburkan, maka jasad akan kembali ke "kampung halamannya" yaitu bumi. Jasad akan hancur. Sementara ruh kembali ke sisi-Nya, tetap dalam keadaan suci sebagaimana pertama kali ia ditiupkan.

Sedangkan yang dialami oleh jiwa (an-nafs), tergantung dari kondisi ketika manusia tersebut ketika masih hidup di alam dunia. Jiwa yang penuh dosa, akan mengalami siksa kubur.

Siksa kubur disini dapat dilihat sebagai proses pembersihan. Sama seperti ketika anak kecil yang habis bermain-main di lumpur. Untuk membersihkan badan si anak, maka perlu dilakukan proses pembersihan melalui mandi. Jika perlu, badan sampai disikat agat bersih.

Tetapi jiwa yang ketika di alam dunia sudah bersih bercahaya, maka ketika manusia tersebut meninggal, sang jiwa hidup disisi Allah dan dapat berjalan-jalan di tengah manusia sampai di kumpulkan kembali di padang mahsyar, namun manusia tidak menyadarinya.

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. [QS Al Anam (6): 122]

Terdapat hadits berkaitan dengan situasi di padang mahsyar, diriwayatkan dari Muadz bin Jabal:
Nabi Muhammad saw bersabda, "Wahai Muadz, sesungguhnya engkau bertanyakan sesuatu yang sangat besar. Ada 12 kelompok umatku akan dihalau ke Padang Mahsyar. Mereka semuanya itu Allah Maha Kuasa tukarkan, tidak seperti mereka hidup ketika didunia."

Golongan itu adalah seperti berikut:

Pertama, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tanpa tangan dan berkaki. Mereka adalah orang yang ketika di dunia dulu suka mengganggu tetangganya.

Kedua, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berupa babi hutan. Mereka adalah orang yang ketika hidupnya meringankan malas dan lalai dalam salat.

Ketiga, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan keledai, mereka Sedangkan perut membesar seperti gunung dan di dalamnya penuh dengan ular dan kalajengking. Meraka ini adalah orang yang enggan membayar zakat.

Keempat, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan darah memancut keluar dari mulut mereka. Mereka ini adalah orang yang berdusta di dalam jual beli.

Kelima, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berbau busuk lebih daripada bangkai. Mereka ini adalah orang yang melakukan maksiat sembunyi-sembunyi kerana takut dilihat orang, tetapi tidak takut kepada Allah.

Keenam, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan leher mereka terputus. Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu.

Ketujuh, dibangkitkan dari kubur tanpa mempunyai lidah dan dari mulut mereka mengalir keluar nanah serta darah. Meraka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran.

Kedelapan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan terbalik yaitu kepala kebawah dan kaki keatas, serta farajnya mengeluarkan nanah yang mengalir seperti air. Meraka adalah orang yang berbuat zina dan mati tanpa sempat bertaubat.

Kesembilan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah hitam gelap dan bermata biru serta perutnya dipenuhi api. Mereka itu adalah orang yang memakan harta anak yatim dengan cara zalim.

Kesepuluh, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tubuh mereka penuh dengan sopak dan kusta. Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya.

Kesebelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan buta, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut. Perutnya pula menggelebeh hingga ke paha dan keluar beraneka kotoran. Mereka adalah orang yang minum arak.

Keduabelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah yang bersinar-sinar bercahaya laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirath seperti kilat yang menyambar.

Mereka adalah orang yang beramal soleh dan banyak berbuat baik, selalu menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara salat lima waktu, ketika meninggal dunia keadaan mereka bertaubat dan mendapat ampunan, kasih sayang dan keridhaan Allah.


MAN AROFA NAFSAHU


MAN ‘AROFA
Man ‘arofa nafsahu hadis Nabi
Faqod ‘arofa robbahu tujuan diri
Setelah sampai mengenal diri
Maka tercapai ketentraman hati.
La ilaha illalloh ucapan zahir
Bila mungkir menjadi kafir
Atas hakekat manusia lahir
Cari maknanya dibalik tabir.
Wujud Qidam didalam fana
Meng’isbatkan Alloh Al Baqa
Sholat da’im besar manfaatnya
Agar tercapai ketenangan jiwa.
Syekh Hamzah Al fansury.
Kajian mengenal diri sudah ada semenjak nabi terdahulu, kemudian disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW didalam berita Isro’Mi’roj. Perjalanan ini agar dapat dicontoh umat manusia, mereka yang berharap dapat sampai ke singgasana Alloh dan bertemu dengan Zat yang disembah. Tata cara demikian dimaksudkan agar umat manusia tertuntun dan terarah didalam pencarian kehadiran dirinya, maka hadis Nabi “Man Arofa Nafsahu, Faqod arofa Robbahu” sudah teruji dan terbukti kebenarannya, jalan inilah yang hendak ditapak tilasi kembali.
BAB. I
PENDAHULUAN
وما كان لبشر ان يكلمه الله إلا وحيا او من ورائ حجاب او يرسل رسولا
فيوحي بإ ذنه ما يشآء إنه علي حكيم .
“Tiada seorang manusia dapat menerima bahasa Tuhan, kecuali dengan wahyu (ilham) atau dibalik tabir, atau diutusnya utusan, lalu dengan izinNya diwahyukan tentang apa yang dikehendakiNya, dan Dialah Maha Tinggi dan bijaksana,” (Asysyuuro, QS. 42:51)
“Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu” terambil dari sebuah hadis yang mengandung esensi kaum sufi mengaktualisasikan ke-Ilahi-an dari banyak ayat.
Hadis ini salah satu pendukung dari perjalanan tasawuf, Man arofa yaitu mengenal diri, maka seseorang akan sampai kepada pengenalan tentang kehadiran Alloh, sebab esensi Nur Alloh, Nur Muhammad, Nur Insan adalah Wujud Qidam dan Baqo, Wujud yang tidak terpisahkan oleh ruang dan waktu, karenanya pernyataan bahwa tidak ada selain “Alloh yang dapat mengenal Alloh”, hal demikian tidak dapat dicapai kecuali faqir melangkah dari bawah, yaitu dimulai dengan mengenal Roh Ku atau Nur Insan.
Inilah adab perjalanan spiritual, sebab alam imajinasi tidak akan terlindungi oleh awan “ma’na” kecuali perlindungan itu akan diberikan oleh yang bathin.
Perlindungan bathin adalah dari bathin yang terhampar di qolbu orang mu’min, disitu terbentang terowongan panjang yang tidak terlayani oleh transport modern, kecuali ditempuh dengan sarana spiritual sehingga mampu mengenal yang terindah dan tersimpan, yang mempunyai kemampuan sangat luar biasa, Inilah Roh Ku (Nur Insan) yang hadir bersama Nur Muhammad dan Nur Alloh. Jadi sangat tidak berakalnya manusia, kalau dia menempuh perjalanan spiritualnya keluar dari dirinya, dia melaksanakan syariat tanpa memasuki hakekat.
Kitab Suci tidak membenarkan pengikutnya bersilang selisih, kalimat tauhid tidak membenarkan pengikutnya bertengkar dan bermusuhan, sebab setiap pencari hakekat wujud yang sejati telah berada didalam dirinya. Karena bahasa Alloh adalah simbolis, disampaikan dengan kias mutasyabihat, maka yang mampu menerima sinyal itu adalah kaca mata bathin setiap insane.
Keterbukaan itu dapat menuntun kepada wujud realitas terakhir yang disebut Al-Haq.
Bukan hanya mengakui kata atau kalimat “Illah” atau Alloh dalam bentuk tulisan atau imajinasi ciptaan rekayasa umat manusia, akan tetapi “Iqro kedalam diri”.
Kemanapun umat-Nya hendak menghadap, dimanapun ia berada, sedang apa dan dalam keadaan bagaimanapun juga, tekadnya tidak lagi berubah, pendiriannya teguh, imannya menjadi kokoh.
Kemudahan silih berganti, kemanapun menghadapkan mukanya, maka disitulah wajah Alloh (Al-Baqoroh 2:115) demikianlah kebebasan hakekat telah diberikan kepada umat yang berkehendak menerimanya.
Menginsyafi serta membuktikan tentang adanya kehidupan spiritualisme, hanya ada pada umat manusia yang kritis didalam beragama, bahkan dizaman Nabi Ibrahim kehidupan spiritualis sudah berkembang dan dipegang teguh oleh mayoritas umat, meskipun agama belum ada, tetapi pengikutnya tunduk dan patuh, pasrah dan menyerah kepada Alloh didalam bahasa arab disebut “ISLAM”, keikhlasan didalam kehidupan, kejujuran berbuat itulah hakekat Islam, karena islam bertujuan kepada Alloh, pasrah kepada Nya, maka islam tidak dimonopoli oleh salah satu suku atau agama saja, begitu pula pengikut nabi-nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad S.A.W, yang benar-benar pasrahnya kepada Alloh, akan diterima kembali disisi Nya sesudah berpisah jasad dengan rohnya. Bagi perjalanan tasawuf hendaklah berusaha untuk mencapai tujuan kepada Alloh, bukan untuk bertengkar didalam perjalanan, dan tidak terpaku dengan titik koma bacaan, dan tulisan, Alloh tidak ada didalam bacaan atau tulisan, Alloh berada pada yang membaca dan yang menulis, apabila pelakunya mengerti tentang Alloh, itulah suatu tanda untuk sampai ketujuan. Oleh sebab itu tasawuf hendaklah berusaha membuka dan membedah penutup agar masuk menceburkan diri kedalam :
“Dia yang tiada berawal, Dia yang tiada berakhir, Dia yang berWujud, dan Dia yang lahir dan bathin.” Sebenarnya Alloh disetiap waktu, dimana saja mampu menampakkan diri-Nya kepada setiap umat manusia, tetapi kebanyakan umat manusia tertutup dan terhijab oleh penglihatannya, maka itulah yang menjadi penyebab utama kebutaan dan ketulian, penyebab itu pula yang hendak disingkirkan oleh tasawuf. 

Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu

Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu (Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya
===================
Assalamualaikum wr wb
Sahabatku,
DALAM Islam, Tuhan dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat transenden. Dalam hal ini, kaum sufi sepakat sepenuhnya. Mereka berkata “Dengan rupa apa pun engkau membayangkan Tuhan, Dia tetap berbeda dari bayanganmu.” Namun, pada saat yang sama, mer
eka juga meyakini bahwa Tuhan juga bersifat immanen, selalu ada di dalam semua ciptaan-Nya. Bahkan, mustahil bagi manusia untuk mengetahui Tuhan, kecuali melalui ciptaan-Nya. Menurut kaum sufi, ciptaan yang paling dekat dan paling mudah untuk mengantar kepada pengenalan Tuhan adalah diri manusia sendiri. Karena itulah dalam sebuah kata-kata hikmah (bagi sebagian ulama ini dikatakan sebagai hadits dari Rasulullah SAW) bahwa : “Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu”. “Barangsiapa mengenal dirinya (nafsahu) maka ia akan mengenal Tuhannya”.
Sementara itu Imam Ali karamallahu wajhah mengatakan bahwa : “Awwaluddina Ma’rifatullah”. “Awalnya beragama adalah mengenal Allah”. Dengan demikian dapat dilihat hubungannya, bahwa Mengenal diri (An-Nafs) merupakan awal dari seorang beragama dengan haq dan pada ujungnya mengenal al-Haqq (Allah Swt). Wallahualam bissawab.
ALIF (Alhamdulillah It’s Friday). Selamat liburan panjang daqn berkumpul bersama keluarga tercinta. Jangan lupa Hari Jum’at baca Al Kahfi dan banyak-banyak membaca Shalawat Nabi.
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Baraka Allah Fikum. Aamiin YRA

MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU

 "Man Arofa Nafsahu Faqod arofa robbahu",yang artinya "Siapa yang mengenal dirinya,Maka akan mengenal Tuhan-nya" adalah sebuah ungkapan yang populer dalam dunia Tassawuf.ada yang bilang ini hadits,tapi ada yang mengatakan ungkapan ini bukan hadits tetapi sebuah ungkapan ...hikmah biasa.Saya tidak akan membahas pertentangan ini,biarlah ungkapan ini kita pahami untuk diambil hikmahnya.

Dahulu ketika masih remaja,saya sering mendengar orang-orang berdiskusi tentang Ma'rifatullah (Mengenal Allah) yang kebanyakan menggambarkan orang-orang yang Ma'rifatullah itu sebagai orang yang sakti alias keramat."Orang yang ma'rifatullah itu bisa jalan di atas air" atau "Orang yang ma'rifatullah itu kalo dibacok gak mempan" juga bisa pergi ke tempat yang jauh dalam sekejap mata,berada di dua tempat berbeda dalam waktu yang sama,dan berbagai peristiwa ajaib lainnya.


Tajk ada bantahan yang bisa saya beri kecuali menerima saja pendapat-pendapat model begini.Ya,bagaimana mau membantah atau mengkritisi karena terlalu awam dalam masalah ini dan tidak mau pusing memikirkan benar tidaknya. Pencarian jati dirilah yang akhirnya menyeret saya untuk seakan-akan kembali mau tidak mau untuk mencari apa sebenarnya ma'rifatullah.Saya yakin banyak juga diantara sahabat yang mungkin sempat kepikiran mengenal hal ini,meski selintas.Atau bahkan terus mencari jawabannya secara aktif. Mencari definisi-definisi dalam buku-buku tassawuf mungkin hanya akan memberikan "Kepahaman Definitif".

Maaf,ini istilah saya sendiri.Maksudnya definisinya kita temukan di buku,lalu bisa kita hafal di luar kepala dan kalo ada yang nanya misalnya dalam sebuah diskusi,maka akan kita beri jawabannya.tetapi sebenarnya tetap saja "Tak paham".seperti halnya para intelektual agama menjelaskan tentang apa itu "Rasa Khusyu" namun ternyata tak pernah mengalami "Khusyu".

Atau lebih dramais lagi seperti anak-anak kecil jaman sekarang yang fasih menyanyikan lagu-lagu cinta,tapi tetap gak faham.Karena tidak merasakan jatuh cinta sesungguhnya. Persoalan kita sebenarnya bukan pada tataran definisi tetapi pada tataran Experience (pengalaman) rasa.Seperti halnya Khusyu' adalah pengalaman rasa,maka ma'rifatullah juga begitu.Yaitu rasanya yang akrab (kenal ) dengan Allah.Kita bisa membandingkan saat kita menceritakan sosok Presiden SBY sehari-hari saat sedang berada di rumah dengan cerita kita tentang sosok ayah kita saat sedang di rumah.Kita hanya bisa menceritakan SBY barangkali berdasarkan apa yang kita baca di koran atau melihat di TV.Tetapi bercerita tentang ayah kita,maka akan terasa istimewa.Bukan hanya hapal tentang kebiasaab-nya tapi juga bisa mencium bau keringatnya.Hal yang tidak bisa terjadi saat kita bercerita tentang SBY.

Nah,lantas kalo memang Ma'rifatullah itu experience (pengalaman ) rasa untuk apa dibahas di sini? Karena pasti tak nyambung tokh..? subhanallaah...sebagaimana rasa khusyu' itu sebuah experience pribadi seorang hamba dengan Tuhannya saat sholat yang sebenarnya hanya bersifat subjektif tetapi dalam hal ini Rasulullah SAW pernah memberi sebuah ilustrasi dalam hadits dimana Beliau mengatakan bahwa kalau khusyu' hati seseorang maka akan khusyu' badannya.

Dalam sebuah hadits,Rasulullah SAW pernah menanyakan kepada seseorang apakah ia sudah sholat.Orang itu menjawab bahwa ia sudah sholat.Lalu Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang itu belum sholat dan kemudian Baginda SAW menyuruh orang itu sholat.Setelah itu Baginda SAW menyakan lagi seperti di atas dan jawaban orang itu bahwa ia sudah sholat.Namun Rasulullah tetap mengatakan hak yang sama.Hingga berulang sebanyak tiga kali yang pada akhirnya Baginda SAW menegaskan bahwa orang itu belum dinilai telah melakukan sholat ,karena tidak Thuma,ninah (bersikap tenang) dalam sholatnya,yang barangkali dinilai tidak khusyu'.

Tentang ma'rifatullah ada ilustrasi yang sederhana dan sangat gamblang dari sufi besar As syaikh Abul Hasan As Syadzili yang lebih kurang ilustrasinya sebagai berikut: Seseorang yang ma'rifatullah itu adalah orang yang melihat betapa hinanya ia,sehingga terlihat di hadapannya kemuliaan tuhannya.seseorang yang menyadari kelemahannya,lalu sadar bahwa Tuhannya lah Yang Maha Kuat.

Ia melihat kefaqiran dirinya,lalu sadar bahwa Tuhannya lah Yang Maha kaya,sehingga ia bergantung kepada-Nya dalam setiap urusan. ahli-ahli ibadah atau cendekiawan sekalipun kalo tak memiliki gambaran seperti hal di atas rasanya bukanlah orang yang ma'rifatullah. ada sebuah lantunan do'a yang konon juga dari Nabi SAW,yaitu : ALLAHUMA INNI DHO'IFUN FAQOWWINI WA INNI DZALILUN FA A'IZZANI WA INNI FAQIRUN FA AGHNINI (YAA ALLAH SUNGGUH AKU LEMAH MAKA KUATKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU HINA MAKA MULIAKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU FAKIR MAKA KAYAKANLAH AKU). Kepada Allah saya mohon ampun atas segala khilaf.Segala puji hanya bagi Allah semata.Salam dan sholawat semoga senantiasa dilimpahkan-Nya kepada Nabi-Nya yang terpih.Allahu a'lam bisshowab 

Pepatah mengatakan: Tak jumpa maka tak kenal, tak kenal maka tak cinta. Cinta kepada Allah semata. Cinta kasih adalah rahasia Allah.

Dia menciptakan manusia dalam bayangan Rahman (hadist Rosululloh).
Bagaimana caranya kita mengenal Dzat Allah? Dimana? Kemana kita harus mencari Dzat Allah? Apakah harus ke Mekkah ataukah ke negeri Cina? Apakah sedemikian jauhnya Dzat Allah itu berada?
Bagi umat Islam sebagai bahan rujukannya adalah Al Qur’an dan hadist Rosulullah.


BERDASARKAN AL QUR’AN ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

1. BILA HAMBA-HAMBA KU BERTANYA TENTANG AKU KATAKANLAH BAHWA AKU DEKAT (AL BAQARAH 2 : 186).

2. LEBIH DEKAT AKU DARI PADA URAT LEHER (AL QAF 50 : 16).
3. KAMI AKAN PERLIHATKAN KEPADA MEREKA TANDA-TANDA (AYAT-AYAT) KAMI DI SEGENAP PENJURU DAN PADA DIRI MEREKA (FUSHSHILAT 41 : 53).
4. DZAT ALLAH MELIPUTI SEGALA SESUATU (FUSHSHILAT 41 : 54).
5. DIA (ALLAH) BERSAMAMU DIMANAPUN KAMU BERADA
(AL HADID 57 : 4).
6. KAMI TELAH MENGUTUS SEORANG UTUSAN DALAM NAFS (DIRI)-MU (AT TAUBAH 9 : 128).
7. DI DALAM DIRI-MU APAKAH ENGKAU TIDAK MEMPERHATIKAN (ADZ DZAARIYAAT 51 : 21).
8. TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA (AL ANFAAL 8 : 24).
9. AKU CIPTAKAN MANUSIA DENGAN CARA YANG SEMPURNA
(AT TIN 95 : 4).

Manusia diciptakan dengan cara yang sempurna. Berarti bahan dasarnya juga harus sempurna yaitu Dzat Yang Maha Sempurna. SETELAH AKU SEMPURNAKAN KEJADIANNYA AKU TIUPKAN RUH-KU KE DALAMNYA ( AL HIJR 15 : 29 ). Berarti Dzat Allah berada di dalam diri setiap manusia, baik mata belo maupun mata sipit, hidung mancung maupun pesek, kulit hitam, putih, coklat maupun kuning.

Kita semua tenggelam atau baqo' dalam Tuhan. Bila Jubah Allah itu bulat seperti bola maka kita semua seperti berada di dalam bola yang kemanapun kita menghadap baik kekiri, ke kanan, ke atas maupun kebawah disanalah Wajah Allah. DIA ada dimana-mana namun dalam ke-Esa-an-NYA, DIA tidak kemana-mana.


HADITS QUDSI DAN HADITS RASULULLAH :

1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.
2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN TOLABAL MAULANA BIGHOIRI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BA'IDA : Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU ZHOHIRULLAAH: Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah zhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU: Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.
7. DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGHOFA, DI DALAM SYAGHOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN RAHASIA.
8. LAA YA'RIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.
10. MA 'AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.

Apakah kita bisa bertatap muka secara langsung dengan Allah? Mari kita lihat Surat Al Baqarah ayat 1: ALIF LAM MIM. Mengapa tidak dibaca ALAM atau ALIM??? HANYA ALLAH YANG MENGETAHUI ARTINYA. Yang mengetahui Allah hanya Allah. Huruf Alif adalah milik Allah, Lam untuk utusan Allah dan Mim untuk Muhammad (insan, manusia).
Antara Alif dan Mim ada Lam, antara Allah dan manusia ada apa?? ADA SIR.
Sir dalam hal ini bisa berperan sebagai utusan, sebagai pembawa berita, sebagai naluri, sebagai angan-angan atau imajinasi, sebagai generator dan bisa juga sebagai mikro prosesor penerima atau pengolah data.

TIDAK ADA SEORANG PUN YANG DAPAT BERCAKAP-CAKAP DENGAN ALLAH, KECUALI DENGAN WAHYU, ATAU DARI BELAKANG TABIR, ATAU DENGAN MENGIRIMKAN UTUSAN-NYA DENGAN SEIZIN-NYA.
( AS-SYUARA 42 : 51 ).
MULAI HARI INI AKU SINGKAPKAN TABIR YANG MENUTUPI MATAMU, MAKA PENGLIHATANMU AKAN MENJADI TAJAM (AL QAAF 50 : 22).
TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA. (AL ANFAL 8 : 24).
  
Qolbu merupakan titik terendah dari sumbu komunikasi vertikal kepada Allah. Tabir akan menjadi transparan dan akan menjadi kabel penghubung untuk berkomunikasi dengan Allah, manakala kita tidak ragu-ragu akan kebenaran Al Qur’an dan yakin akan keghoiban Allah dimana qolbu merupakan pintu masuk ke alam ghoib. Komunikasi dengan Allah hanya bisa melalui dzikir qolbu.

INILAH KITAB YANG TIADA DIRAGUKAN, SUATU PETUNJUK BAGI MEREKA YANG TAKWA, YAITU MEREKA YANG BERIMAN KEPADA YANG GHOIB.
( AL BAQARAH 2 : 2-3 )

DAN SEBUTLAH ( NAMA ) TUHANMU DALAM HATIMU…( AL A’RAF 7 : 205 ).
DIA AKAN MEMBERI PETUNJUK KEPADA HATINYA ( AT TAGABUN 64 :11 )
DIALAH JIBRIL YANG MENURUNKAN AL QUR’AN KE DALAM QOLBUMU DENGAN SEIZIN ALLAH (AL BAQARAH 2 : 97).

Oleh karena itu seorang akan betul-betul yakin kepada kebenaran Al Qur’an dan hakikat Dzat, setelah yang bersangkutan mengalami hal-hal yang bersifat ghoib. Pengalaman ghoib itulah yang sangat didambakan oleh para pencari Tuhan. Pengalaman ghoib itulah yang disebut ilmu ilhamiah atau ilmu laduni yang lebih dipercayai oleh mereka para sufi dari pada ilmu akal.

BARANG SIAPA YANG HATINYA DIBUKA OLEH ALLAH KEPADA ISLAM (DAMAI) MAKA IA ITU MENDAPAT CAHAYA DARI TUHAN NYA.
(AZ ZUMAR 39 : 22).

Menurut Al Ghazali Dzat Allah itu sangat terang benderang, sehingga hanya bisa ditangkap oleh mata hati.
CAHAYA DI ATAS CAHAYA (AN NUR 35),
DIA (ALLAH) TIDAK TERCAPAI OLEH PENGLIHATAN MATA
(AL AN’AM 6 : 103).

YANG PERTAMA-TAMA AKU BERIKAN KEPADA MEREKA (YANG BERIMAN) ADALAH NUR KU YANG AKU TARUH DI HATI MEREKA (HADITS QUDSI).

Ketika Musa berdo’a ingin melihat Tuhan, maka Tuhan berfirman :
ENGKAU (MUSA) TIDAK AKAN SANGGUP MELIHAT AKU.
MAKA MANAKALA TUHANNYA MEMPERLIHATKAN DIRI DI ATAS BUKIT, BUKIT ITU HANCUR DAN MUSA JATUH TIDAK SADARKAN DIRI
(AL A’RAF 7 : 143).

Maka dengan demikian adalah sangat terlarang untuk menyingkap tabir rahasia Allah, kita tidak boleh melewati batas-batas yang telah ditetapkan Allah.
ALLAH MEMPUNYAI TUJUHPULUH HIJAB CAHAYA DAN KEGELAPAN; SEANDAINYA DIA MENYIBAKKAN HIJAB-HIJAB ITU MAKA KEAGUNGAN WAJAHNYA AKAN MEMBAKAR SEGALA YANG DILIHAT OLEH MAHLUK-NYA ( HADITS ROSULULLAH ).

Berpikirlah kamu tentang makhluk Allah, jangan berpikir tentang Dzat Penciptanya.
Aku tidak mengenal Allah, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang telah Allah berikan kepadaku. ( Hadits Rosulullah ).
Bila kita berusaha mencoba menyingkap tabir tersebut, maka kita akan hancur lebur seperti halnya dalam riwayat Nabi Musa yang ingin melihat Allah, dimana gunung sekalipun akan hancur. Mengenal Tuhan harus melalui Tuhan. Dia yang mengenali dan Dia yang dikenali adalah sama. Jasmani Musa dengan ke-aku-annya tidak mungkin bisa berhadapan dengan Tuhan, karena tidak ada sesuatu wujud yang lain disamping Allah. Kekasaran jasmani dan ke-aku-an merupakan tabir yang pekat.
Sesungguhnya Allah telah memberikan peringatan kepada kita semua :

WA YUHADZDZITU KUMULLAHU NAFSAHU : DIA MEMPERINGATKAN KA MU TERHADAP DIRINYA (AL IMRAN 3 : 30).

KULLU SYAI’IN HAALIKUN ILLAA WAJHAHU : SEGALA SESUATU AKAN MUSNAH KECUALI WAJAHNYA (AL QASHASH 28 : 88).

Bila ingin berjumpa dengan Tuhan, hancur luluhkan dirimu sendiri, ke-akuan-mu, egomu, tutup mata dan telingamu, tutup semua ilmu dan teori tentang Dzat, kosongkan hati dan pikiranmu dari segala sesuatu selain Allah semata, maka KE-AKU-AN TUHAN, RUH TUHAN dalam dirimu akan muncul memperlihatkan JAMAL-NYA. AKU dan AKU saling bertemu dan berdialog. Demikianlah apa yang dilakukan Musa selama 40 hari dan 40 malam, sehingga Musa pun bisa menerima wahyu 10 Perintah Tuhan. Demikian juga Nabi Muhammad SAW, menurut para sesepuh, wahyu pertama turun setelah 40 hari dan 40 malam di Gua Hira.
Sabda Rosulullah : Kita harus bisa mati sebelum mati.


Siapa yang mengenal diri, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Berapakah umur kita sekarang? dan Sudahkah kita mengenal diri kita sendiri?
Jangan bilang kalau “Saya sudah mengenal Allah tetapi tidak mengelan diri sendiri”
Mengenal diri dalam kaitannya dengan pengenalan diri terhadap Tuhan, karena untuk tahu Allah harus tahu Hambanya dulu, Rahasia Tuhan ada pada Hambanya.. , mengenal diri sama dengan mengenal jati diri… siapa dirinya yang sejati?
Dari apa manusia itu di ciptakan?..
“Hendaklah kamu perhatikan darimana kamu di ciptakan”, manusia diciptakan dari setetes air mani, melalui sulbi tulang belakang? sebagai wasilahnya adalah kedua orang tua kita. kemudian melalui beberapa proses dan beberapa bulan, terciptalah yang namanya manusia..
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Al A’raaf 172),
Ingatkah kita bagaimana Tuhan itu? seperti yang di jelaskan ayat diatas… bukankah kita pernah bersaksi!!!,, ataukah benar juga apa yang di katakan ayat diatas,,, “kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini”,
Maha benar Allah dengan segala Firmannya bahwasannya kami lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)
Terus apa yang bikin kita lengah terhadap keesaan Tuhan?
Kita perhatikan mulai kita di lahirkan di muka bumi ini ,, , orang tua kita dengan pelan-pelan mengajarkan atau membimbing tentang lingkungan sekeliling kita, daya pandang kita keluar dari diri, kemudian daya dengar kita,,, bahkan daya raba kita, semua di bimbing keluar dari dalam diri. Tidak pernah dibimbing untuk melihat apa yang ada dalam diri kita, mendengar suara yang keluar dari dalam diri kita, bahkan meraba apa yang ada dalam diri kita. Tentunya tidak menyalahkan kedua orang tua kita, itu memang sudah seharusnya dilakukan, bahkan itu wajib di berikan oleh setiap orang tua dalam rangka kiprahnya nanti dalam kehidupan bermasyarakat.
Pernahkah memperhatikan diri sendiri,, mendengar diri sendiri, meraba diri sendiri.
SUSAH? pasti.. karena kebiasaan kita melihat, mendengar, meraba apa-apa yang di luar dari diri kita.
Kita coba mengenal keesaan Allah melalui mengenal diri sendiri.. meneliti diri… tidak usah meneliti orang lain, karena orang lain jg sama manusiannya..
Manusai terdiri dari 3 bagian yaitu Jasmani, Jiwa dan Rohani.
Jasmani adalah wujud yang bisa dilihat oleh mata dan bisa di raba.. wujud dzahir dari ujung rambut sampai ujung kaki dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda, yang terbentuk dari sari pati makanan dan tumbuhan serta air melalui makanan yang kita makan, sehingga terbentuklah tubuh manusia.
Jiwa terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Ghodob, Sahwat, dan Natiqah
 
Sumber : http://ahliilmuislam.blogspot.com/2013/09/man-arofa-nafsahu-faqod-arofa-robbahu.html

Mengenal Diri Mengenal Pencipta

Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu 

Sebaik baik dalam menjalankan Ibadah kepada Allah adalah dengan terlebih dahulu mengenal Allah.Bersyukurlah kita yang dilahirkan dalam keadaan Islam sehingga memudahkan kita dalam menjalankan makna kata Ke Esaan Allah SWT,dengan didikan dari Orang Tua yg kita cintai dan dari pembelajaran ttg Agama Islam,kita telah mendapat pengetahuan tentang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT...dan berbahagialah kita sebagai pemeluk Agama yang sempurna yang telah mendapatkan pengetahuan dan pelaksanaan Ibadah kepada Allah yang telah disampaikan langsung oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga kita tinggal meneruskannya.Di dalam Kitab Suci Umat Islam Al'quran telah begitu lugas dan gamblang Allah telah menjelaskan tentang segala hal baik ttg kehidupan bermasyarakat (Hablumminannash) maupun berhubungan dengan Allah(Hablumminallah).

Tetapi sebagai manusia yang memiliki karunia yang sangat besar yang membedakan kita dengan makhluk apapun di dunia ini yaitu Akal Fikiran dan Hati Nurani maka sudah selayaknyalah kita belajar dan mengkaji makna yang terkandung dalam Al'quran maupun Hadist Rasulullah SAW sehingga kita bisa menjalankan Ibadah yang sebenar benar di terima Allah SWT.
Seperti tema yang kita bahas yaitu AWALLUDIN MA'RIFATULLAH yang berarti Awal Agama Mengenal Allah maka sebagai manusia yang berakal sudah sepatutnya kita mencoba tuk lebih dalam  Mengenal Allah.
Mengutip perkataan Imam Al-Ghazali yang mengatakan : “Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.”

Banyak kalangan masyarakat yang saya jumpai yang sepertinya enggan tuk lebih dalam mengenal Allah dengan berbagai alasan,salah satunya dengan mengatakan bahwa semua sdh diatur dlm Al-quran dan Hadist dan sdh dijalankan oleh Rasulullah,Sahabat dan para Ulama ,kita tinggal menjalankannya tanpa perlu tahu lebih dalam lagi mengenai Allah..saya mengatakan bahwa mereka tidaklah salah sebab bagi umat Islam yang hanya mengikuti Aturan Islam saja InsyaAllah sudah dijamin Akhiratnya.Yang jadi permasalahan jika kita hanya mengikuti aturan yang sdh ada dengan apa adanya ,APAKAH BISA MENJAMIN hingga akhir hayat nanti tetap ber Iman kpd Allah dlm makna yang sebenarnya?? sebab dunia sekarang ini terlalu banyak halangan dan rintangan bagi kita yang dengan sangat mudah menggeser Akidah kita terhadap Allah dan Rasul Nya.Saya hanya menyarankan kepada kita agar lebih meluangkan waktu sedikit dan menggunakan hati dan akal sedikit saja tuk mencoba mengenal Allah sebagai dasar ke TAUHID an kita kepada Allah.

Kemudian timbul pertanyaan bagaimana MENGENAL ALLAH (Ma'rifatullah) tersebut....saya bukanlah ahli Fiqih maupun ahli dalam Ilmu Ma'rifat tetapi sedikit akan saya bagi pemahaman yg saya dapat dlm Mengenal Allah.Mengenal Allah tidak akan pernah lepas dari konteks awal yaitu MENGENAL DIRI,seperti Hadist Qudsi dan Hadist Rasullah di bawah ini:

1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.

2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN TOLABAL MAOLANA BIGOERI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BAIDA : Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU DHOHIRULLAAH : Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah dhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU : Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.

7. DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGOFA, DI DALAM SYAGOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN RAHASIA.
8. LAA YARIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.

10. MAA AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.



Jelas sekali dari Hadist tersebut di atas menggambarkan bahwa Untuk Lebih Mengenal Allah maka kita haruslah Mengenal diri kita terlebuh dahulu. Mengenal diri tersebut yaitu dengan jalan kita haruslah menggunakan dua sisi Karunia Allah yaitu Fikiran dan Hati Nurani,kita haruslah mengetahui dan mengkaji awal mula sewaktu kita didalam Rahim Ibu,bahkan sebelum kita ada didalam  Rahim Ibu, kita berada di mana,kemudian apa tujuan kita (manusia) diciptakan dan akan kembali kemana kita setelah kita tiada...setelah kita mengenal diri kita lebih dalam barulah kita bisa bersaksi dengan ke Imanan yang teguh "LAILAHAILALLAH MUHAMMADURASULULLAH".

Mengenai cara yg lebih dalam tuk lebih mengenal diri dan mengenal Allah dapat dilakukan dengan cara Bertafaqur spt yg telah saya jelaskan pada Entri yg terdahulu yaitu Membuka Hijab..
Jika ada  kesalahan saya mohon Ampun kepada Allah SWT sebab Dia lah sumber dari segala kebenaran...semoga bisa bermanfaat bagi yang membutuhkannya...

MAN ARAFA NAFSAHU FAQAT ARAFA RABBAHU

Terdapat hadits yang mengatakan "Barang Siapa Mengenal Dirinya, maka akan mengenal Tuhannya". Bagaimana tahap pertama Langkah yg diharus dilakukan untuk mengenal tuhannya?
Jawaban:
Banyak ulama yang mengatakan bahwa terdapat hadits yang mengatakan "Barangsiapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya". Namun beberapa ulama seperti An-Nawawi dan As-Suyuthiy mengatakan bahwa “Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)”

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang status kalimat tersebut hadits atau bukan, kalimat ini berselarasan dengan yang dikatakan Allah:

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." [QS Al Hasyr (59):19]

Dalam Buku Minhajul Abidin, Imam al Ghazali menjelaskan dengan detil tentang bagaimana mengenal diri menjadi anak kunci untuk mengenal Allah Swt. Beliau mengatakan ada 7 (tujuh) tahapan (aqabah) untuk mengenal diri.

Tahapan pertama adalah "Menuntut Ilmu". Inilah yang dimaksud dalam hadits: "Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim". Ibarat sebuah kompas, ilmu adalah alat bagi kita untuk mencapai sebuah tujuan. Ibarat perjalanan jauh di gurun pasir, ilmu adalah bekal yang menemani perjalanan kita.

Tanpa perbekalan yang tepat kita malah akan membawa bekal yang menjadi beban dalam perjalanan. Tanpa perbekalan yang mencukupi, kita dapat kehausan dan kelaparan di tengah perjalanan.

Tanpa kompas, kita akan tersesat menuju tujuan. Seharusnya berjalanan ke timur, kita malah berjalan ke barat. Harusnya terus berjalan, kita berputar-putar disebuah tempat, menyangka bahwa itu adalah tujuan akhir perjalanan. Al-Quran sesungguhnya sumber ilmu, untuk menempuh perjalanan tersebut.

Dalam menuntut ilmu, kita akan mengetahui bahwa awal yang harus dimiliki oleh setiap pencari Tuhan adalah "keikhlasan", namun memahami keikhlasan juga membutuhkan ilmu.

Hanya para pencari yang sungguh-sungguh mencari Allah sajalah yang akan dijemput-Nya. Siapa yang mendekati berjalan, Dia akan menyambutnya dengan berlari. Siapa yang mendekati sedepak, Dia akan mendekatinya sehasta. Dia akan menyambut dengan sangat gembira, melebihi gembiranya seorang yang kehilangan unta di padang pasir luas, dan tiba-tiba untanya kembali.

“Barangsiapa yang mendekati Allah sedepa, Dia akan mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari.” (HR Ahmad dan Thabrani)

Nabi saw pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana keadaan kalian, seandainya di antara kalian suatu saat berada di padang pasir membawa perbekalan dan unta, lalu kalian tertidur; dan ketika bangun, kalian mendapati unta dan perbekalanmu hilang?”

Para sahabat menjawab, “Tentu cemas sekali, ya Rasulallah!” Rasulullah melanjutkan, “Di saat kalian cemas, tiba-tiba kalian lihat unta itu kembali dari tempat jauh dan menghampiri kalian dengan membawa seluruh perbekalanmu. Apa perasaan kalian?”

Para sahabat kembali menjawab, “Tentu kami akan bahagia sekali.” Nabi yang mulia lalu berkata, “Allah akan lebih bahagia lagi melihat hamba-Nya yang datang kepada-Nya daripada kebahagiaan seseorang yang kehilangan unta kemudian ia melihat untanya datang kembali kepadanya.” (HR. Muslim)

Jika sungguh-sungguh Allah tujuannya, Allah sendirilah yang akan menjaga dari ketersesatan. Allah sendiri yang akan membimbingnya. Namun cara Allah menuntun kata Rumi (Jalaluddin Rumi) cara yang sangat misterius. Menuntut ilmu, juga merupakan perbekalan untuk menjalani tuntunan-Nya yang sangat misterius itu.

Penjelasan ini yang dimaksud dengan kata-kata Imam al Ghazali : "...semua manusia akan rusak kecuali orang yang berilmu, semua manusia yang berilmu akan rusak kecuali orang yang beramal, semua manusia yang beramal akan rusak kecuali orang yang ikhlas".

Jalan menuju Allah adalah sebanyak jiwa hambanya. Artinya, jalan mengendal diri, akan berbeda satu dengan yang lainnya. Namun patternya sama, seperti yang dijelaskan oleh Imam al Ghazali dalam 7 aqabah tersebut. Detil dalam tiap-tiap aqabah ini yang akan berbeda satu sama lain.

***
Secara sturkturisasi unsur, dalam Al Quran Allah mengatakan ada 3 unsur pembentuk manusia:

1. Jasad, tubuh atau jasmani (al-jism)
2. Jiwa atau diri (an-nafs)
3. Ruh atau nyawa (ar-ruh)

Mengenal diri yang akan menjadi jembatan pengenalan kepada Tuhan, bukan pengenalan kepada unsur jasad (al-jism), tetapi kepada unsur jiwa atau diri (an-nafs).

Jadi bukan pengenalan terhadap bagaimana bentuk mata, telinga, wajah, rambut, tangan, kaki kita yang akan mengantarkan kepada pengenalan kepada Allah, tetapi pengenalan kita kepada jiwa atau diri (an-nafs) yang mengantarkan kita mengenal Allah Swt.

Jiwa atau diri (an-nafs) berbeda dengan ruh atau nyawa (ar-ruh). Kebanyakan orang menyamakannya. Bahkan terkadang kata an-nafs diterjemahkan sebagai ruh. Karenanya saya mengajak sahabat-sahabat untuk mencoba menelisik AQ dengan mencermati kata dalam Arab-nya, untuk melihat spesifikasinya.

Lalu, kenapa pengenalan kita kepada unsur jiwa atau diri (an-nafs) akan mengantarkan kita kepada Allah?

Karena sesungguhnya unsur pembentuk manusia yang dapat "mengenal" dan "selalu bertemu" dengan Allah adalah unsur jiwa atau diri (an-nafs) ini. Saat manusia belum lahir ke dunia, unsur jiwa atau diri (an-nafs) inilah yang melakukan janji setia kepada Allah Swt dengan mengatakan: "balaa syahidna".

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" [QS Al A’raaf (7):172]

Karenanya apabila kita mengenal jiwa atau diri (an-nafs), maka akan mengantarkan kita mengenal Allah Swt.

Ketika seorang manusia meninggal dunia, kita sering mendengar kalimat: "Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya". Kata-kata ini sebenarnya kurang tepat, karena mengandung beberapa kerancuan.

Kerancuan pertama adalah mengenai kata "arwah". Arwah adalah jamak dari kata "ruh". Padalah, ruh seseorang adalah tunggal, bukan jamak. Kerancuan yang lain adalah, ruh selalu dalam keadaan suci. Yang terkotori oleh dosa adalah jiwa. Seharusnya yang didoakan adalah jiwa, bukan ruh seseorang.

Ketika seseorang meninggal dunia, maka ruh akan terlepas dari jasad. Ruh inilah yang memberikan "energi" kepada jasad. Sehingga, ketika seseorang masih hidup, jasadnya bisa dirasakan hangat dan tumbuh.

Sementara jika sudah meninggal, jasanya akan dingin karena energinya sudah tidak ada. Ketika jasad dikuburkan, maka jasad akan kembali ke "kampung halamannya" yaitu bumi. Jasad akan hancur. Sementara ruh kembali ke sisi-Nya, tetap dalam keadaan suci sebagaimana pertama kali ia ditiupkan.

Sedangkan yang dialami oleh jiwa (an-nafs), tergantung dari kondisi ketika manusia tersebut ketika masih hidup di alam dunia. Jiwa yang penuh dosa, akan mengalami siksa kubur.

Siksa kubur disini dapat dilihat sebagai proses pembersihan. Sama seperti ketika anak kecil yang habis bermain-main di lumpur. Untuk membersihkan badan si anak, maka perlu dilakukan proses pembersihan melalui mandi. Jika perlu, badan sampai disikat agat bersih.

Tetapi jiwa yang ketika di alam dunia sudah bersih bercahaya, maka ketika manusia tersebut meninggal, sang jiwa hidup disisi Allah dan dapat berjalan-jalan di tengah manusia sampai di kumpulkan kembali di padang mahsyar, namun manusia tidak menyadarinya.

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. [QS Al Anam (6): 122]

Terdapat hadits berkaitan dengan situasi di padang mahsyar, diriwayatkan dari Muadz bin Jabal:
Nabi Muhammad saw bersabda, "Wahai Muadz, sesungguhnya engkau bertanyakan sesuatu yang sangat besar. Ada 12 kelompok umatku akan dihalau ke Padang Mahsyar. Mereka semuanya itu Allah Maha Kuasa tukarkan, tidak seperti mereka hidup ketika didunia."

Golongan itu adalah seperti berikut:

Pertama, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tanpa tangan dan berkaki. Mereka adalah orang yang ketika di dunia dulu suka mengganggu tetangganya.

Kedua, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berupa babi hutan. Mereka adalah orang yang ketika hidupnya meringankan malas dan lalai dalam salat.

Ketiga, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan keledai, mereka Sedangkan perut membesar seperti gunung dan di dalamnya penuh dengan ular dan kalajengking. Meraka ini adalah orang yang enggan membayar zakat.

Keempat, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan darah memancut keluar dari mulut mereka. Mereka ini adalah orang yang berdusta di dalam jual beli.

Kelima, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berbau busuk lebih daripada bangkai. Mereka ini adalah orang yang melakukan maksiat sembunyi-sembunyi kerana takut dilihat orang, tetapi tidak takut kepada Allah.

Keenam, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan leher mereka terputus. Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu.

Ketujuh, dibangkitkan dari kubur tanpa mempunyai lidah dan dari mulut mereka mengalir keluar nanah serta darah. Meraka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran.

Kedelapan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan terbalik yaitu kepala kebawah dan kaki keatas, serta farajnya mengeluarkan nanah yang mengalir seperti air. Meraka adalah orang yang berbuat zina dan mati tanpa sempat bertaubat.

Kesembilan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah hitam gelap dan bermata biru serta perutnya dipenuhi api. Mereka itu adalah orang yang memakan harta anak yatim dengan cara zalim.

Kesepuluh, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tubuh mereka penuh dengan sopak dan kusta. Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya.

Kesebelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan buta, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut. Perutnya pula menggelebeh hingga ke paha dan keluar beraneka kotoran. Mereka adalah orang yang minum arak.

Keduabelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah yang bersinar-sinar bercahaya laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirath seperti kilat yang menyambar.

Mereka adalah orang yang beramal soleh dan banyak berbuat baik, selalu menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara salat lima waktu, ketika meninggal dunia keadaan mereka bertaubat dan mendapat ampunan, kasih sayang dan keridhaan Allah.


MAN AROFA NAFSAHU


MAN ‘AROFA
Man ‘arofa nafsahu hadis Nabi
Faqod ‘arofa robbahu tujuan diri
Setelah sampai mengenal diri
Maka tercapai ketentraman hati.
La ilaha illalloh ucapan zahir
Bila mungkir menjadi kafir
Atas hakekat manusia lahir
Cari maknanya dibalik tabir.
Wujud Qidam didalam fana
Meng’isbatkan Alloh Al Baqa
Sholat da’im besar manfaatnya
Agar tercapai ketenangan jiwa.
Syekh Hamzah Al fansury.
Kajian mengenal diri sudah ada semenjak nabi terdahulu, kemudian disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW didalam berita Isro’Mi’roj. Perjalanan ini agar dapat dicontoh umat manusia, mereka yang berharap dapat sampai ke singgasana Alloh dan bertemu dengan Zat yang disembah. Tata cara demikian dimaksudkan agar umat manusia tertuntun dan terarah didalam pencarian kehadiran dirinya, maka hadis Nabi “Man Arofa Nafsahu, Faqod arofa Robbahu” sudah teruji dan terbukti kebenarannya, jalan inilah yang hendak ditapak tilasi kembali.
BAB. I
PENDAHULUAN
وما كان لبشر ان يكلمه الله إلا وحيا او من ورائ حجاب او يرسل رسولا
فيوحي بإ ذنه ما يشآء إنه علي حكيم .
“Tiada seorang manusia dapat menerima bahasa Tuhan, kecuali dengan wahyu (ilham) atau dibalik tabir, atau diutusnya utusan, lalu dengan izinNya diwahyukan tentang apa yang dikehendakiNya, dan Dialah Maha Tinggi dan bijaksana,” (Asysyuuro, QS. 42:51)
“Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu” terambil dari sebuah hadis yang mengandung esensi kaum sufi mengaktualisasikan ke-Ilahi-an dari banyak ayat.
Hadis ini salah satu pendukung dari perjalanan tasawuf, Man arofa yaitu mengenal diri, maka seseorang akan sampai kepada pengenalan tentang kehadiran Alloh, sebab esensi Nur Alloh, Nur Muhammad, Nur Insan adalah Wujud Qidam dan Baqo, Wujud yang tidak terpisahkan oleh ruang dan waktu, karenanya pernyataan bahwa tidak ada selain “Alloh yang dapat mengenal Alloh”, hal demikian tidak dapat dicapai kecuali faqir melangkah dari bawah, yaitu dimulai dengan mengenal Roh Ku atau Nur Insan.
Inilah adab perjalanan spiritual, sebab alam imajinasi tidak akan terlindungi oleh awan “ma’na” kecuali perlindungan itu akan diberikan oleh yang bathin.
Perlindungan bathin adalah dari bathin yang terhampar di qolbu orang mu’min, disitu terbentang terowongan panjang yang tidak terlayani oleh transport modern, kecuali ditempuh dengan sarana spiritual sehingga mampu mengenal yang terindah dan tersimpan, yang mempunyai kemampuan sangat luar biasa, Inilah Roh Ku (Nur Insan) yang hadir bersama Nur Muhammad dan Nur Alloh. Jadi sangat tidak berakalnya manusia, kalau dia menempuh perjalanan spiritualnya keluar dari dirinya, dia melaksanakan syariat tanpa memasuki hakekat.
Kitab Suci tidak membenarkan pengikutnya bersilang selisih, kalimat tauhid tidak membenarkan pengikutnya bertengkar dan bermusuhan, sebab setiap pencari hakekat wujud yang sejati telah berada didalam dirinya. Karena bahasa Alloh adalah simbolis, disampaikan dengan kias mutasyabihat, maka yang mampu menerima sinyal itu adalah kaca mata bathin setiap insane.
Keterbukaan itu dapat menuntun kepada wujud realitas terakhir yang disebut Al-Haq.
Bukan hanya mengakui kata atau kalimat “Illah” atau Alloh dalam bentuk tulisan atau imajinasi ciptaan rekayasa umat manusia, akan tetapi “Iqro kedalam diri”.
Kemanapun umat-Nya hendak menghadap, dimanapun ia berada, sedang apa dan dalam keadaan bagaimanapun juga, tekadnya tidak lagi berubah, pendiriannya teguh, imannya menjadi kokoh.
Kemudahan silih berganti, kemanapun menghadapkan mukanya, maka disitulah wajah Alloh (Al-Baqoroh 2:115) demikianlah kebebasan hakekat telah diberikan kepada umat yang berkehendak menerimanya.
Menginsyafi serta membuktikan tentang adanya kehidupan spiritualisme, hanya ada pada umat manusia yang kritis didalam beragama, bahkan dizaman Nabi Ibrahim kehidupan spiritualis sudah berkembang dan dipegang teguh oleh mayoritas umat, meskipun agama belum ada, tetapi pengikutnya tunduk dan patuh, pasrah dan menyerah kepada Alloh didalam bahasa arab disebut “ISLAM”, keikhlasan didalam kehidupan, kejujuran berbuat itulah hakekat Islam, karena islam bertujuan kepada Alloh, pasrah kepada Nya, maka islam tidak dimonopoli oleh salah satu suku atau agama saja, begitu pula pengikut nabi-nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad S.A.W, yang benar-benar pasrahnya kepada Alloh, akan diterima kembali disisi Nya sesudah berpisah jasad dengan rohnya. Bagi perjalanan tasawuf hendaklah berusaha untuk mencapai tujuan kepada Alloh, bukan untuk bertengkar didalam perjalanan, dan tidak terpaku dengan titik koma bacaan, dan tulisan, Alloh tidak ada didalam bacaan atau tulisan, Alloh berada pada yang membaca dan yang menulis, apabila pelakunya mengerti tentang Alloh, itulah suatu tanda untuk sampai ketujuan. Oleh sebab itu tasawuf hendaklah berusaha membuka dan membedah penutup agar masuk menceburkan diri kedalam :
“Dia yang tiada berawal, Dia yang tiada berakhir, Dia yang berWujud, dan Dia yang lahir dan bathin.” Sebenarnya Alloh disetiap waktu, dimana saja mampu menampakkan diri-Nya kepada setiap umat manusia, tetapi kebanyakan umat manusia tertutup dan terhijab oleh penglihatannya, maka itulah yang menjadi penyebab utama kebutaan dan ketulian, penyebab itu pula yang hendak disingkirkan oleh tasawuf. 

Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu

Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu (Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya
===================
Assalamualaikum wr wb
Sahabatku,
DALAM Islam, Tuhan dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat transenden. Dalam hal ini, kaum sufi sepakat sepenuhnya. Mereka berkata “Dengan rupa apa pun engkau membayangkan Tuhan, Dia tetap berbeda dari bayanganmu.” Namun, pada saat yang sama, mer
eka juga meyakini bahwa Tuhan juga bersifat immanen, selalu ada di dalam semua ciptaan-Nya. Bahkan, mustahil bagi manusia untuk mengetahui Tuhan, kecuali melalui ciptaan-Nya. Menurut kaum sufi, ciptaan yang paling dekat dan paling mudah untuk mengantar kepada pengenalan Tuhan adalah diri manusia sendiri. Karena itulah dalam sebuah kata-kata hikmah (bagi sebagian ulama ini dikatakan sebagai hadits dari Rasulullah SAW) bahwa : “Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu”. “Barangsiapa mengenal dirinya (nafsahu) maka ia akan mengenal Tuhannya”.
Sementara itu Imam Ali karamallahu wajhah mengatakan bahwa : “Awwaluddina Ma’rifatullah”. “Awalnya beragama adalah mengenal Allah”. Dengan demikian dapat dilihat hubungannya, bahwa Mengenal diri (An-Nafs) merupakan awal dari seorang beragama dengan haq dan pada ujungnya mengenal al-Haqq (Allah Swt). Wallahualam bissawab.
ALIF (Alhamdulillah It’s Friday). Selamat liburan panjang daqn berkumpul bersama keluarga tercinta. Jangan lupa Hari Jum’at baca Al Kahfi dan banyak-banyak membaca Shalawat Nabi.
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Baraka Allah Fikum. Aamiin YRA

MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU

 "Man Arofa Nafsahu Faqod arofa robbahu",yang artinya "Siapa yang mengenal dirinya,Maka akan mengenal Tuhan-nya" adalah sebuah ungkapan yang populer dalam dunia Tassawuf.ada yang bilang ini hadits,tapi ada yang mengatakan ungkapan ini bukan hadits tetapi sebuah ungkapan ...hikmah biasa.Saya tidak akan membahas pertentangan ini,biarlah ungkapan ini kita pahami untuk diambil hikmahnya.

Dahulu ketika masih remaja,saya sering mendengar orang-orang berdiskusi tentang Ma'rifatullah (Mengenal Allah) yang kebanyakan menggambarkan orang-orang yang Ma'rifatullah itu sebagai orang yang sakti alias keramat."Orang yang ma'rifatullah itu bisa jalan di atas air" atau "Orang yang ma'rifatullah itu kalo dibacok gak mempan" juga bisa pergi ke tempat yang jauh dalam sekejap mata,berada di dua tempat berbeda dalam waktu yang sama,dan berbagai peristiwa ajaib lainnya.


Tajk ada bantahan yang bisa saya beri kecuali menerima saja pendapat-pendapat model begini.Ya,bagaimana mau membantah atau mengkritisi karena terlalu awam dalam masalah ini dan tidak mau pusing memikirkan benar tidaknya. Pencarian jati dirilah yang akhirnya menyeret saya untuk seakan-akan kembali mau tidak mau untuk mencari apa sebenarnya ma'rifatullah.Saya yakin banyak juga diantara sahabat yang mungkin sempat kepikiran mengenal hal ini,meski selintas.Atau bahkan terus mencari jawabannya secara aktif. Mencari definisi-definisi dalam buku-buku tassawuf mungkin hanya akan memberikan "Kepahaman Definitif".

Maaf,ini istilah saya sendiri.Maksudnya definisinya kita temukan di buku,lalu bisa kita hafal di luar kepala dan kalo ada yang nanya misalnya dalam sebuah diskusi,maka akan kita beri jawabannya.tetapi sebenarnya tetap saja "Tak paham".seperti halnya para intelektual agama menjelaskan tentang apa itu "Rasa Khusyu" namun ternyata tak pernah mengalami "Khusyu".

Atau lebih dramais lagi seperti anak-anak kecil jaman sekarang yang fasih menyanyikan lagu-lagu cinta,tapi tetap gak faham.Karena tidak merasakan jatuh cinta sesungguhnya. Persoalan kita sebenarnya bukan pada tataran definisi tetapi pada tataran Experience (pengalaman) rasa.Seperti halnya Khusyu' adalah pengalaman rasa,maka ma'rifatullah juga begitu.Yaitu rasanya yang akrab (kenal ) dengan Allah.Kita bisa membandingkan saat kita menceritakan sosok Presiden SBY sehari-hari saat sedang berada di rumah dengan cerita kita tentang sosok ayah kita saat sedang di rumah.Kita hanya bisa menceritakan SBY barangkali berdasarkan apa yang kita baca di koran atau melihat di TV.Tetapi bercerita tentang ayah kita,maka akan terasa istimewa.Bukan hanya hapal tentang kebiasaab-nya tapi juga bisa mencium bau keringatnya.Hal yang tidak bisa terjadi saat kita bercerita tentang SBY.

Nah,lantas kalo memang Ma'rifatullah itu experience (pengalaman ) rasa untuk apa dibahas di sini? Karena pasti tak nyambung tokh..? subhanallaah...sebagaimana rasa khusyu' itu sebuah experience pribadi seorang hamba dengan Tuhannya saat sholat yang sebenarnya hanya bersifat subjektif tetapi dalam hal ini Rasulullah SAW pernah memberi sebuah ilustrasi dalam hadits dimana Beliau mengatakan bahwa kalau khusyu' hati seseorang maka akan khusyu' badannya.

Dalam sebuah hadits,Rasulullah SAW pernah menanyakan kepada seseorang apakah ia sudah sholat.Orang itu menjawab bahwa ia sudah sholat.Lalu Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang itu belum sholat dan kemudian Baginda SAW menyuruh orang itu sholat.Setelah itu Baginda SAW menyakan lagi seperti di atas dan jawaban orang itu bahwa ia sudah sholat.Namun Rasulullah tetap mengatakan hak yang sama.Hingga berulang sebanyak tiga kali yang pada akhirnya Baginda SAW menegaskan bahwa orang itu belum dinilai telah melakukan sholat ,karena tidak Thuma,ninah (bersikap tenang) dalam sholatnya,yang barangkali dinilai tidak khusyu'.

Tentang ma'rifatullah ada ilustrasi yang sederhana dan sangat gamblang dari sufi besar As syaikh Abul Hasan As Syadzili yang lebih kurang ilustrasinya sebagai berikut: Seseorang yang ma'rifatullah itu adalah orang yang melihat betapa hinanya ia,sehingga terlihat di hadapannya kemuliaan tuhannya.seseorang yang menyadari kelemahannya,lalu sadar bahwa Tuhannya lah Yang Maha Kuat.

Ia melihat kefaqiran dirinya,lalu sadar bahwa Tuhannya lah Yang Maha kaya,sehingga ia bergantung kepada-Nya dalam setiap urusan. ahli-ahli ibadah atau cendekiawan sekalipun kalo tak memiliki gambaran seperti hal di atas rasanya bukanlah orang yang ma'rifatullah. ada sebuah lantunan do'a yang konon juga dari Nabi SAW,yaitu : ALLAHUMA INNI DHO'IFUN FAQOWWINI WA INNI DZALILUN FA A'IZZANI WA INNI FAQIRUN FA AGHNINI (YAA ALLAH SUNGGUH AKU LEMAH MAKA KUATKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU HINA MAKA MULIAKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU FAKIR MAKA KAYAKANLAH AKU). Kepada Allah saya mohon ampun atas segala khilaf.Segala puji hanya bagi Allah semata.Salam dan sholawat semoga senantiasa dilimpahkan-Nya kepada Nabi-Nya yang terpih.Allahu a'lam bisshowab 

Pepatah mengatakan: Tak jumpa maka tak kenal, tak kenal maka tak cinta. Cinta kepada Allah semata. Cinta kasih adalah rahasia Allah.

Dia menciptakan manusia dalam bayangan Rahman (hadist Rosululloh).
Bagaimana caranya kita mengenal Dzat Allah? Dimana? Kemana kita harus mencari Dzat Allah? Apakah harus ke Mekkah ataukah ke negeri Cina? Apakah sedemikian jauhnya Dzat Allah itu berada?
Bagi umat Islam sebagai bahan rujukannya adalah Al Qur’an dan hadist Rosulullah.


BERDASARKAN AL QUR’AN ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

1. BILA HAMBA-HAMBA KU BERTANYA TENTANG AKU KATAKANLAH BAHWA AKU DEKAT (AL BAQARAH 2 : 186).

2. LEBIH DEKAT AKU DARI PADA URAT LEHER (AL QAF 50 : 16).
3. KAMI AKAN PERLIHATKAN KEPADA MEREKA TANDA-TANDA (AYAT-AYAT) KAMI DI SEGENAP PENJURU DAN PADA DIRI MEREKA (FUSHSHILAT 41 : 53).
4. DZAT ALLAH MELIPUTI SEGALA SESUATU (FUSHSHILAT 41 : 54).
5. DIA (ALLAH) BERSAMAMU DIMANAPUN KAMU BERADA
(AL HADID 57 : 4).
6. KAMI TELAH MENGUTUS SEORANG UTUSAN DALAM NAFS (DIRI)-MU (AT TAUBAH 9 : 128).
7. DI DALAM DIRI-MU APAKAH ENGKAU TIDAK MEMPERHATIKAN (ADZ DZAARIYAAT 51 : 21).
8. TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA (AL ANFAAL 8 : 24).
9. AKU CIPTAKAN MANUSIA DENGAN CARA YANG SEMPURNA
(AT TIN 95 : 4).

Manusia diciptakan dengan cara yang sempurna. Berarti bahan dasarnya juga harus sempurna yaitu Dzat Yang Maha Sempurna. SETELAH AKU SEMPURNAKAN KEJADIANNYA AKU TIUPKAN RUH-KU KE DALAMNYA ( AL HIJR 15 : 29 ). Berarti Dzat Allah berada di dalam diri setiap manusia, baik mata belo maupun mata sipit, hidung mancung maupun pesek, kulit hitam, putih, coklat maupun kuning.

Kita semua tenggelam atau baqo' dalam Tuhan. Bila Jubah Allah itu bulat seperti bola maka kita semua seperti berada di dalam bola yang kemanapun kita menghadap baik kekiri, ke kanan, ke atas maupun kebawah disanalah Wajah Allah. DIA ada dimana-mana namun dalam ke-Esa-an-NYA, DIA tidak kemana-mana.


HADITS QUDSI DAN HADITS RASULULLAH :

1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.
2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN TOLABAL MAULANA BIGHOIRI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BA'IDA : Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU ZHOHIRULLAAH: Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah zhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU: Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.
7. DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGHOFA, DI DALAM SYAGHOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN RAHASIA.
8. LAA YA'RIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.
10. MA 'AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.

Apakah kita bisa bertatap muka secara langsung dengan Allah? Mari kita lihat Surat Al Baqarah ayat 1: ALIF LAM MIM. Mengapa tidak dibaca ALAM atau ALIM??? HANYA ALLAH YANG MENGETAHUI ARTINYA. Yang mengetahui Allah hanya Allah. Huruf Alif adalah milik Allah, Lam untuk utusan Allah dan Mim untuk Muhammad (insan, manusia).
Antara Alif dan Mim ada Lam, antara Allah dan manusia ada apa?? ADA SIR.
Sir dalam hal ini bisa berperan sebagai utusan, sebagai pembawa berita, sebagai naluri, sebagai angan-angan atau imajinasi, sebagai generator dan bisa juga sebagai mikro prosesor penerima atau pengolah data.

TIDAK ADA SEORANG PUN YANG DAPAT BERCAKAP-CAKAP DENGAN ALLAH, KECUALI DENGAN WAHYU, ATAU DARI BELAKANG TABIR, ATAU DENGAN MENGIRIMKAN UTUSAN-NYA DENGAN SEIZIN-NYA.
( AS-SYUARA 42 : 51 ).
MULAI HARI INI AKU SINGKAPKAN TABIR YANG MENUTUPI MATAMU, MAKA PENGLIHATANMU AKAN MENJADI TAJAM (AL QAAF 50 : 22).
TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA. (AL ANFAL 8 : 24).
  
Qolbu merupakan titik terendah dari sumbu komunikasi vertikal kepada Allah. Tabir akan menjadi transparan dan akan menjadi kabel penghubung untuk berkomunikasi dengan Allah, manakala kita tidak ragu-ragu akan kebenaran Al Qur’an dan yakin akan keghoiban Allah dimana qolbu merupakan pintu masuk ke alam ghoib. Komunikasi dengan Allah hanya bisa melalui dzikir qolbu.

INILAH KITAB YANG TIADA DIRAGUKAN, SUATU PETUNJUK BAGI MEREKA YANG TAKWA, YAITU MEREKA YANG BERIMAN KEPADA YANG GHOIB.
( AL BAQARAH 2 : 2-3 )

DAN SEBUTLAH ( NAMA ) TUHANMU DALAM HATIMU…( AL A’RAF 7 : 205 ).
DIA AKAN MEMBERI PETUNJUK KEPADA HATINYA ( AT TAGABUN 64 :11 )
DIALAH JIBRIL YANG MENURUNKAN AL QUR’AN KE DALAM QOLBUMU DENGAN SEIZIN ALLAH (AL BAQARAH 2 : 97).

Oleh karena itu seorang akan betul-betul yakin kepada kebenaran Al Qur’an dan hakikat Dzat, setelah yang bersangkutan mengalami hal-hal yang bersifat ghoib. Pengalaman ghoib itulah yang sangat didambakan oleh para pencari Tuhan. Pengalaman ghoib itulah yang disebut ilmu ilhamiah atau ilmu laduni yang lebih dipercayai oleh mereka para sufi dari pada ilmu akal.

BARANG SIAPA YANG HATINYA DIBUKA OLEH ALLAH KEPADA ISLAM (DAMAI) MAKA IA ITU MENDAPAT CAHAYA DARI TUHAN NYA.
(AZ ZUMAR 39 : 22).

Menurut Al Ghazali Dzat Allah itu sangat terang benderang, sehingga hanya bisa ditangkap oleh mata hati.
CAHAYA DI ATAS CAHAYA (AN NUR 35),
DIA (ALLAH) TIDAK TERCAPAI OLEH PENGLIHATAN MATA
(AL AN’AM 6 : 103).

YANG PERTAMA-TAMA AKU BERIKAN KEPADA MEREKA (YANG BERIMAN) ADALAH NUR KU YANG AKU TARUH DI HATI MEREKA (HADITS QUDSI).

Ketika Musa berdo’a ingin melihat Tuhan, maka Tuhan berfirman :
ENGKAU (MUSA) TIDAK AKAN SANGGUP MELIHAT AKU.
MAKA MANAKALA TUHANNYA MEMPERLIHATKAN DIRI DI ATAS BUKIT, BUKIT ITU HANCUR DAN MUSA JATUH TIDAK SADARKAN DIRI
(AL A’RAF 7 : 143).

Maka dengan demikian adalah sangat terlarang untuk menyingkap tabir rahasia Allah, kita tidak boleh melewati batas-batas yang telah ditetapkan Allah.
ALLAH MEMPUNYAI TUJUHPULUH HIJAB CAHAYA DAN KEGELAPAN; SEANDAINYA DIA MENYIBAKKAN HIJAB-HIJAB ITU MAKA KEAGUNGAN WAJAHNYA AKAN MEMBAKAR SEGALA YANG DILIHAT OLEH MAHLUK-NYA ( HADITS ROSULULLAH ).

Berpikirlah kamu tentang makhluk Allah, jangan berpikir tentang Dzat Penciptanya.
Aku tidak mengenal Allah, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang telah Allah berikan kepadaku. ( Hadits Rosulullah ).
Bila kita berusaha mencoba menyingkap tabir tersebut, maka kita akan hancur lebur seperti halnya dalam riwayat Nabi Musa yang ingin melihat Allah, dimana gunung sekalipun akan hancur. Mengenal Tuhan harus melalui Tuhan. Dia yang mengenali dan Dia yang dikenali adalah sama. Jasmani Musa dengan ke-aku-annya tidak mungkin bisa berhadapan dengan Tuhan, karena tidak ada sesuatu wujud yang lain disamping Allah. Kekasaran jasmani dan ke-aku-an merupakan tabir yang pekat.
Sesungguhnya Allah telah memberikan peringatan kepada kita semua :

WA YUHADZDZITU KUMULLAHU NAFSAHU : DIA MEMPERINGATKAN KA MU TERHADAP DIRINYA (AL IMRAN 3 : 30).

KULLU SYAI’IN HAALIKUN ILLAA WAJHAHU : SEGALA SESUATU AKAN MUSNAH KECUALI WAJAHNYA (AL QASHASH 28 : 88).

Bila ingin berjumpa dengan Tuhan, hancur luluhkan dirimu sendiri, ke-akuan-mu, egomu, tutup mata dan telingamu, tutup semua ilmu dan teori tentang Dzat, kosongkan hati dan pikiranmu dari segala sesuatu selain Allah semata, maka KE-AKU-AN TUHAN, RUH TUHAN dalam dirimu akan muncul memperlihatkan JAMAL-NYA. AKU dan AKU saling bertemu dan berdialog. Demikianlah apa yang dilakukan Musa selama 40 hari dan 40 malam, sehingga Musa pun bisa menerima wahyu 10 Perintah Tuhan. Demikian juga Nabi Muhammad SAW, menurut para sesepuh, wahyu pertama turun setelah 40 hari dan 40 malam di Gua Hira.
Sabda Rosulullah : Kita harus bisa mati sebelum mati.


Siapa yang mengenal diri, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Berapakah umur kita sekarang? dan Sudahkah kita mengenal diri kita sendiri?
Jangan bilang kalau “Saya sudah mengenal Allah tetapi tidak mengelan diri sendiri”
Mengenal diri dalam kaitannya dengan pengenalan diri terhadap Tuhan, karena untuk tahu Allah harus tahu Hambanya dulu, Rahasia Tuhan ada pada Hambanya.. , mengenal diri sama dengan mengenal jati diri… siapa dirinya yang sejati?
Dari apa manusia itu di ciptakan?..
“Hendaklah kamu perhatikan darimana kamu di ciptakan”, manusia diciptakan dari setetes air mani, melalui sulbi tulang belakang? sebagai wasilahnya adalah kedua orang tua kita. kemudian melalui beberapa proses dan beberapa bulan, terciptalah yang namanya manusia..
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Al A’raaf 172),
Ingatkah kita bagaimana Tuhan itu? seperti yang di jelaskan ayat diatas… bukankah kita pernah bersaksi!!!,, ataukah benar juga apa yang di katakan ayat diatas,,, “kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini”,
Maha benar Allah dengan segala Firmannya bahwasannya kami lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)
Terus apa yang bikin kita lengah terhadap keesaan Tuhan?
Kita perhatikan mulai kita di lahirkan di muka bumi ini ,, , orang tua kita dengan pelan-pelan mengajarkan atau membimbing tentang lingkungan sekeliling kita, daya pandang kita keluar dari diri, kemudian daya dengar kita,,, bahkan daya raba kita, semua di bimbing keluar dari dalam diri. Tidak pernah dibimbing untuk melihat apa yang ada dalam diri kita, mendengar suara yang keluar dari dalam diri kita, bahkan meraba apa yang ada dalam diri kita. Tentunya tidak menyalahkan kedua orang tua kita, itu memang sudah seharusnya dilakukan, bahkan itu wajib di berikan oleh setiap orang tua dalam rangka kiprahnya nanti dalam kehidupan bermasyarakat.
Pernahkah memperhatikan diri sendiri,, mendengar diri sendiri, meraba diri sendiri.
SUSAH? pasti.. karena kebiasaan kita melihat, mendengar, meraba apa-apa yang di luar dari diri kita.
Kita coba mengenal keesaan Allah melalui mengenal diri sendiri.. meneliti diri… tidak usah meneliti orang lain, karena orang lain jg sama manusiannya..
Manusai terdiri dari 3 bagian yaitu Jasmani, Jiwa dan Rohani.
Jasmani adalah wujud yang bisa dilihat oleh mata dan bisa di raba.. wujud dzahir dari ujung rambut sampai ujung kaki dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda, yang terbentuk dari sari pati makanan dan tumbuhan serta air melalui makanan yang kita makan, sehingga terbentuklah tubuh manusia.
Jiwa terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Ghodob, Sahwat, dan Natiqah
 
Sumber : http://ahliilmuislam.blogspot.com/2013/09/man-arofa-nafsahu-faqod-arofa-robbahu.html

0 komentar:

Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah itsighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan.

1. Hakikat Istighfar dan Taubat
2. Dalil Syar'i Bahwa Istighfar Dan Taubat Termasuk Kunci Rizki.

HAKIKAT ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.

أَسْتَغْفِرُ اللّّهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ

"Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya".

Tetapi kalimat-kalimat diatas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama -semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan : "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna" [1]

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan : "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.

Jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan Keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma'af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf"[2]

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah " Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun" [Nuh/71 : 10]

Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta"[3]

DALIL SYAR’I BAHWA ISTIGHFAR DAN TAUBAT TERMASUK KUNCI RIZKI
Beberapa nash (teks) Al-Qur'an dan Al-Hadits menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki dengan karunia Allah Ta'ala. Dibawah ini beberapa nash dimaksud :

1. Apa Yang Disebutkan Allah Subhana Wa Ta'ala Tentang Nuh Alaihis Salam Yang Berkata Kepada Kaumnya.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴿١١﴾وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu', sesunguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai". [Nuh/71 : 10-12]

Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut ini dengan istighfar.

a. Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan firman-Nya :

إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

"Sesungghuhnya Dia adalah Maha Pengampun".

b. Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata (مِدْرَارًا) adalah (hujan) yang turun dengan deras.[4]

c. Allah akan membanyakan harta dan anak-anak, Dalam menafsirkan ayat (وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ ) Atha' berkata : Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian" [5]

d. Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.

e. Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai.
Imam Al-Qurthubi berkata : "Dalam ayat ini, juga yang disebutkan dalam (surat Hud : 3 "Artinya : Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhamnu dan bertaubat kepada-Nya) adalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rizki dan hujan".[6]

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :" Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa menta'atiNya, niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun itu (untuk kalian)".[7]

Demikianlah, dan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah Ta'ala.

Mutharif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi : "Bahwasanya Umar Radhiyallahu 'anhu keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih[8] langit yang dengannya diharapkan bakal turun hujan. Lalu beliau membaca ayat.

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

"Mohonlah ampun kepada Tuhamu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat".[Nuh/71 : 10-11]. [9]

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata :"Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain lagi berkata kepadanya, 'Do'akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!, maka beliau mengatakan kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!".

Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan :"Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar. [10]. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴿١١﴾وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai". [Nuh /71: 10-12] [11]

Allahu Akbar ! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar ! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai ber-istighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Mahahidup dan terus menerus mengurus mahluk-Nya.

2. Ayat Lain Adalah Firman Allah Yang Menceritakan Tentang Seruan Hud Alaihis Shalatu Was Sallam Kepada Kaumnya Agar Ber-istighfar.

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ

"Dan (Hud berkata), Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa". [Hud /11: 52]

Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan : "Kemudian Hud Alaihis salam memerintahkan kaumnya untuk ber-istighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman.

يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

"Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu" [12]

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadan-keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan do'a. Amin, whai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.

3. Ayat Lain Adalah firman Allah.

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat". [Hud/11 : 3]

Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji-janji dari Allah Yang Mahakuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang ber-istighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya.

يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا

"Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu".

Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma adalah. 'Ia akan menganugrahi rizki dan kelapangan kepada kalian'. [13]

Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan :"Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian". [14]

Dan janji Tuhan Yang Mahamulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata :"Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugrahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan".[15]

4. Dalil Lain Bahwa Istighfar Dan Taubat Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki

Yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ أَكْشَرَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجَا، وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَ جًَا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْشُ لاَ يَحْتَسِبُ

"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah[16] niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka [17]".

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, Yang Memiliki kekuatan akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah dia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun), baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada!, sekali lagi hendaknya waspada! dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah pekerjaan para pendusta.

[Disalin dari kitab Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, Penulis DR Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit Darul Haq- Jakarta]
_______
Footnote.
[1]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata " tauba" hal. 76
[2]. Riyadhus Shalihin, hal. 41-42
[3]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata "ghafara" hal. 362
[4]. Shahihul Bukhari, Kitabul Tafsir, surat Nuh 8/666
[5]. Tafsir Al-Bagawi, 4/398. Lihat pula, Tafsirul Khazin, 7/154
[6]. Tafsir Al-Qurthubi, 18/302. Lihat pula, Al-Iklil fis Tinbathil Tanzil, hal. 274, Fathul Qadir, 5/417
[7]. Tafsir Ibnu Katsir, 4/449
[8]. Majadih bentuk tunggalnya adalah majdah yakni salah satu jenis bintang yang menurut bangsa Arab merupakan bintang (yang jika muncul) menunjukkan hujan akan turun. Maka Umar Radhiyallahu 'anhu menjadikan istighfar sama dengan bintang-bintang tersebut, suatu bentuk komunikasi melalui apa yang mereka ketahui. Dan sebelumnya mereka memang menganggap bahwa adanya bintang tersebut pertanda akan turun hujan, dan bukan berarti Umar berpendapat bahwa turunnya hujan karena bintang-bintang tersebut. (Tafsir Al-Khazin, 7/154)
[9]. Op.Cit 7/154. Lihat pula Ruh al-Ma'ani 29/72
[10]. Tafsir Al-Khazin, 7/154. Lihat pula, Ruhul Ma'ani, 29/73
[11]. Tafsir Al-Qurthubi, 18/302-303. Lihat pula Al-Muharrar Al-Wajiz, 16/123
[12]. Tafsir Ibnu Katsir, 2/492. Lihat pula, Tafsir Al-Qurthubi, 9/51
[13]. Zaadul Masiir, 4/75
[14]. Tafsir Al-Qurthubi, 9/403. Lihat pula, Tafsir Ath-Thabari, 15/229-230, Tafsir Al-Baghawi. 4/373, Fathul Qadir, 2/695 dan Tafsir Al-Qasimi, 9/63
[15]. Adhwa'ul Bayan, 3/9
[16]. مَنْ أَكْشَرَ الْاِسْتِغْفَارَ Dalam riwayat lain disebutkan مَنْ لَزِمَ الْاِسْتِغْفَارَ "Barangsiapa menetapi - dalam riwayat lain - tidak meninggalkan istighfar". Lihat, Sunan Abi Daud, 4/267, Sunan Ibni Majah, 2/339. Dan maknanya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi yaitu saat terjadinya maksiat atau adanya ujian atau ada orang yang penyakitnya terus menerus, maka sungguh dalam setiap nafas ia membutuhkan kepadanya (istighfar dan taubat). Karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

طُوْبَى لِمَنْ وَجَدَ فِيْ صَحِيْفَتِهِ اسْتِغْفَارَا كَِشِيْرًا

"Beruntunglah orang yang mendapati dalam shahifah (catatan amalnya) istighfar yang banyak". (Hadist Riwayat Ibnu majah dengan sanad hasan shahih). (Aunul Ma'bud, 4/267)
[17]. Al-Musnad, no. 2234, 4/55-56 dan lafazh tersebut adalah redaksi miliknya ; Sunan Abi Daud, Abwabu Qiyamil Lail, Tafri'u Abwabil Witr, Bab Fil Istighfar, no. 1515, 4/267 ; Kitabus Sunan Al-Kubra, Kitabu Amalil Yaumi wal Lalilah, no 10290/2,6/118 ; Sunan Ibni Majah, Abwabul Adab, Bab Al-Istighfar, no. 3864, 2/339 ; Al-Mustadrak 'alash Shahihain, Kitabut Taubah wal Inabah, 4/292.

Sebagian ahli hadits menyatakan hadits ini dha'if karena salah satu periwayatnya (cacat). (Lihat, At-Talkhish, Al-Hafizd Adz-Dzahabi, 4/262 ; Aunul Ma'bud, 4/267 ; Dha'ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Al-Albani, hal. 149) Tetapi sanad hadits tersebut dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (Lihat, Al-Mustadrak, 4/262). Dan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata : "Sanad hadits ini shahih" (Hamisy Al-Musnad, 4/55). Demikian sebagai jawaban atas apa yang dikatakan tentang salah seorang perawinya. Wallahu a'lam bish shawab.

Sumber:  http://www.alquran-sunnah.com/artikel/pilihan/10-kunci-kunci-rezeki#istighfar-dan-taubat

ISTIGHFAR DAN TAUBAT Pembuka RIZKI

Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah itsighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan.

1. Hakikat Istighfar dan Taubat
2. Dalil Syar'i Bahwa Istighfar Dan Taubat Termasuk Kunci Rizki.

HAKIKAT ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.

أَسْتَغْفِرُ اللّّهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ

"Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya".

Tetapi kalimat-kalimat diatas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama -semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan : "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna" [1]

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan : "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.

Jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan Keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma'af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf"[2]

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah " Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun" [Nuh/71 : 10]

Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta"[3]

DALIL SYAR’I BAHWA ISTIGHFAR DAN TAUBAT TERMASUK KUNCI RIZKI
Beberapa nash (teks) Al-Qur'an dan Al-Hadits menunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki dengan karunia Allah Ta'ala. Dibawah ini beberapa nash dimaksud :

1. Apa Yang Disebutkan Allah Subhana Wa Ta'ala Tentang Nuh Alaihis Salam Yang Berkata Kepada Kaumnya.

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴿١١﴾وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu', sesunguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai". [Nuh/71 : 10-12]

Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut ini dengan istighfar.

a. Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan firman-Nya :

إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

"Sesungghuhnya Dia adalah Maha Pengampun".

b. Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata (مِدْرَارًا) adalah (hujan) yang turun dengan deras.[4]

c. Allah akan membanyakan harta dan anak-anak, Dalam menafsirkan ayat (وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ ) Atha' berkata : Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian" [5]

d. Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.

e. Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai.
Imam Al-Qurthubi berkata : "Dalam ayat ini, juga yang disebutkan dalam (surat Hud : 3 "Artinya : Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhamnu dan bertaubat kepada-Nya) adalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rizki dan hujan".[6]

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :" Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa menta'atiNya, niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun itu (untuk kalian)".[7]

Demikianlah, dan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah Ta'ala.

Mutharif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi : "Bahwasanya Umar Radhiyallahu 'anhu keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih[8] langit yang dengannya diharapkan bakal turun hujan. Lalu beliau membaca ayat.

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

"Mohonlah ampun kepada Tuhamu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat".[Nuh/71 : 10-11]. [9]

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata :"Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Yang lain lagi berkata kepadanya, 'Do'akanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!, maka beliau mengatakan kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!. Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, 'Ber-istighfar-lah kepada Allah!".

Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan :"Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang yang mengadukan macam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk ber-istighfar. [10]. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh.

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا﴿١٠﴾يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا﴿١١﴾وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai". [Nuh /71: 10-12] [11]

Allahu Akbar ! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar ! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai ber-istighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Mahahidup dan terus menerus mengurus mahluk-Nya.

2. Ayat Lain Adalah Firman Allah Yang Menceritakan Tentang Seruan Hud Alaihis Shalatu Was Sallam Kepada Kaumnya Agar Ber-istighfar.

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ

"Dan (Hud berkata), Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa". [Hud /11: 52]

Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan : "Kemudian Hud Alaihis salam memerintahkan kaumnya untuk ber-istighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman.

يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

"Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu" [12]

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadan-keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan do'a. Amin, whai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.

3. Ayat Lain Adalah firman Allah.

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat". [Hud/11 : 3]

Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji-janji dari Allah Yang Mahakuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang ber-istighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya.

يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا

"Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu".

Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma adalah. 'Ia akan menganugrahi rizki dan kelapangan kepada kalian'. [13]

Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan :"Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian". [14]

Dan janji Tuhan Yang Mahamulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata :"Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugrahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan".[15]

4. Dalil Lain Bahwa Istighfar Dan Taubat Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki

Yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ أَكْشَرَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجَا، وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَ جًَا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْشُ لاَ يَحْتَسِبُ

"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah[16] niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka [17]".

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, Yang Memiliki kekuatan akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah dia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun), baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada!, sekali lagi hendaknya waspada! dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah pekerjaan para pendusta.

[Disalin dari kitab Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, Penulis DR Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit Darul Haq- Jakarta]
_______
Footnote.
[1]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata " tauba" hal. 76
[2]. Riyadhus Shalihin, hal. 41-42
[3]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata "ghafara" hal. 362
[4]. Shahihul Bukhari, Kitabul Tafsir, surat Nuh 8/666
[5]. Tafsir Al-Bagawi, 4/398. Lihat pula, Tafsirul Khazin, 7/154
[6]. Tafsir Al-Qurthubi, 18/302. Lihat pula, Al-Iklil fis Tinbathil Tanzil, hal. 274, Fathul Qadir, 5/417
[7]. Tafsir Ibnu Katsir, 4/449
[8]. Majadih bentuk tunggalnya adalah majdah yakni salah satu jenis bintang yang menurut bangsa Arab merupakan bintang (yang jika muncul) menunjukkan hujan akan turun. Maka Umar Radhiyallahu 'anhu menjadikan istighfar sama dengan bintang-bintang tersebut, suatu bentuk komunikasi melalui apa yang mereka ketahui. Dan sebelumnya mereka memang menganggap bahwa adanya bintang tersebut pertanda akan turun hujan, dan bukan berarti Umar berpendapat bahwa turunnya hujan karena bintang-bintang tersebut. (Tafsir Al-Khazin, 7/154)
[9]. Op.Cit 7/154. Lihat pula Ruh al-Ma'ani 29/72
[10]. Tafsir Al-Khazin, 7/154. Lihat pula, Ruhul Ma'ani, 29/73
[11]. Tafsir Al-Qurthubi, 18/302-303. Lihat pula Al-Muharrar Al-Wajiz, 16/123
[12]. Tafsir Ibnu Katsir, 2/492. Lihat pula, Tafsir Al-Qurthubi, 9/51
[13]. Zaadul Masiir, 4/75
[14]. Tafsir Al-Qurthubi, 9/403. Lihat pula, Tafsir Ath-Thabari, 15/229-230, Tafsir Al-Baghawi. 4/373, Fathul Qadir, 2/695 dan Tafsir Al-Qasimi, 9/63
[15]. Adhwa'ul Bayan, 3/9
[16]. مَنْ أَكْشَرَ الْاِسْتِغْفَارَ Dalam riwayat lain disebutkan مَنْ لَزِمَ الْاِسْتِغْفَارَ "Barangsiapa menetapi - dalam riwayat lain - tidak meninggalkan istighfar". Lihat, Sunan Abi Daud, 4/267, Sunan Ibni Majah, 2/339. Dan maknanya, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi yaitu saat terjadinya maksiat atau adanya ujian atau ada orang yang penyakitnya terus menerus, maka sungguh dalam setiap nafas ia membutuhkan kepadanya (istighfar dan taubat). Karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

طُوْبَى لِمَنْ وَجَدَ فِيْ صَحِيْفَتِهِ اسْتِغْفَارَا كَِشِيْرًا

"Beruntunglah orang yang mendapati dalam shahifah (catatan amalnya) istighfar yang banyak". (Hadist Riwayat Ibnu majah dengan sanad hasan shahih). (Aunul Ma'bud, 4/267)
[17]. Al-Musnad, no. 2234, 4/55-56 dan lafazh tersebut adalah redaksi miliknya ; Sunan Abi Daud, Abwabu Qiyamil Lail, Tafri'u Abwabil Witr, Bab Fil Istighfar, no. 1515, 4/267 ; Kitabus Sunan Al-Kubra, Kitabu Amalil Yaumi wal Lalilah, no 10290/2,6/118 ; Sunan Ibni Majah, Abwabul Adab, Bab Al-Istighfar, no. 3864, 2/339 ; Al-Mustadrak 'alash Shahihain, Kitabut Taubah wal Inabah, 4/292.

Sebagian ahli hadits menyatakan hadits ini dha'if karena salah satu periwayatnya (cacat). (Lihat, At-Talkhish, Al-Hafizd Adz-Dzahabi, 4/262 ; Aunul Ma'bud, 4/267 ; Dha'ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Al-Albani, hal. 149) Tetapi sanad hadits tersebut dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (Lihat, Al-Mustadrak, 4/262). Dan Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata : "Sanad hadits ini shahih" (Hamisy Al-Musnad, 4/55). Demikian sebagai jawaban atas apa yang dikatakan tentang salah seorang perawinya. Wallahu a'lam bish shawab.

Sumber:  http://www.alquran-sunnah.com/artikel/pilihan/10-kunci-kunci-rezeki#istighfar-dan-taubat

0 komentar:

Jumat, 16 Januari 2015

التهليل

اِلَى حَضَرة النَّبي المصطفى سيدنا ومولانا محمد صلى الله عليه و سلم والى أرواح أبآئه وذرياته وإخوانه وأخواته من النبيين والمرسلين وآلهم وأصحابهم أجمعين والتابعين وتابع التابعين لهم بإحسان الى يوم الدين. الفاتحة
ثم الى أرواح الأئمة الأربعة المجتهدين ومقلديهم فى الدين، والى أرواح العلماء العاملين والشهداء والصالحين والأولياء أينما كانوا من مشارق الأرض و مغاربها فى برها وبحرها وبلادها وجبالها وأوديتها، خصوصا الى حضرة الشيخ عبد القادر الجيلانى رضي الله عنهم أجمعين أعاذ الله علينا من بركاتهم وكراماتهم فى الدنيا و الأخرة لهم الفاتحة
ثم الى حضرة آبائنا و أمهاتنا وأجدادنا وجداتنا وأخوالنا وخالاتنا وأعمامنا وعما تنا ومشايخنا و مشايخ مشايخنا والى أرواح جميع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات -خصوصا الى حضرة____ – الفاتحة
بسم الله الرحمن الرحيم * قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اللَّهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ *-3
لاإله إلا الله والله اكبر- بسم الله الرحمن الرحيم* وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ * مِن شَرِّ مَا خَلَقَ * وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ *وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ * وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ*
لاإله إلا الله والله اكبر- بسم الله الحمن الرحيم* قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ* مَلِكِ النَّاسِ* إِلَهِ النَّاسِ* مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ * الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ* مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ*
لاإله إلا الله والله اكبر- بسم الله الرحمن الرحيم* الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ* مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ* إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ* اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ* صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ*الم* ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ* الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ*والَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ* أُوْلَـئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ-
وإلـهكم إله وحد لآ إله إلا هو الرمن الحيم.  اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ *
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدمِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ*اللّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ-
لِّلَّهِ ما فِي السَّمَاواتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَإِن تُبْدُواْ مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللّهُ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ * آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُواْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ* لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ-
إرحمن يا أرحمن الرحمين -7
رحمة الله وبركاته عليكم أهل البيت حميد مجيد. إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا. إن الله و ملائكته يصلون على النبي يآأيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.
  اللهم صل أفضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك نور الهدى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون. 
اللهم صل أفضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك شمس الضحى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون.
اللهم صل أفضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك بدر الدجى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد, عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون. وسلم ورضى الله تعالى عن ساداتنا أصحاب رسول الله أجمعين. وحسبنا الله ونعم الوكيل, نعم المولى ونعم النصير. ولا حولا ولا قوة الا بالله العلي العظيم.
استغفر الله العظيم -3
أفضل الذكر فاعلم أنه لآاله الا الله حي موجود. لآ اله الا الله حي معبود. لآ اله الا الله 
حى باق. “لآ اله الا الله” -100
اللهم صل على محمد اللهم صل عليه وسلم. -3
سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم.-3
اللهم صل على حبيبك سيدنا محمد و على اله و صحبه وسلم -3أجمعين.
الدعاء
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم,  بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, حمد الشاكرين حمد الناعمين حمدا يوافى نعمه ويكافىء مزيده, يا ربنا لك الحمد كما ينبغى لجلال وجهك وعظيم سلطانك, اللهم صل وسلم على آل سيدنا محمد, اللهم تقبل وأوصل ثواب ما قرأناه من القراءن العظيم وما هلّلناه وما سبّحناه وما استغفرناه وما صلّينا على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وما تصدّق به صاحب هذه الحاجة هدية وسيلة ورحمة نازلة وبركة شا ملة الى حضرة حبيبنا وشفيعنا وقرة أعيننا سيدنا ومولانا محمد صلى الله عليه وسلم وآله واصحابه والأنبياء والمرسلين والأولياء والشهداء والصالحين والقطباء والأبدال والعلماء العاملين والمصنفين المخلصين وجميع المجاهدين فى سبيل الله رب العالمين والملائكة المقربين حصوصا سيدنا الشيخ عبد القادر الجيلانى، ثم الى جميع اهل القبور من المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات من مشارق الأرض ومغاربها فى برها وبحرها خصوصا آبآءنا و أمها تنا واجدادنا وجداتنا ونخصّ خصوصا من اجتمعنا هنا بسببه ولأجله المغفور له/لها_____ اجعل اللهمّ ثواب ذلك فداء لهم من النار وسببا لدخولهم الجنة مع الابرار، اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه، اللهم اغفرلهم وارحمهم وعافهم واعف عنهم، اللهم انزل الرحمة والمغفرة على اهل القبور من المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات اللهم ارفع لهم الدرجات وضعف لهم الحسنات وكفر عنهم السيئات برحمتك يا ارحم الراحمين، ربنا أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه ربنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار، اللهم اجعل جمعنا هذا جمعا مرحوما وتفرقنا من بعده تفرقا معصوما ولا تجعلنا شقيا ولامطرودا برحمتك ياارحم الراحمين. وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آلـه وصحبه وسلم سبحان ربك رب العزة عما يصفون، وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين، الفاتحة

Bacaan Tahlil dan Doa

التهليل

اِلَى حَضَرة النَّبي المصطفى سيدنا ومولانا محمد صلى الله عليه و سلم والى أرواح أبآئه وذرياته وإخوانه وأخواته من النبيين والمرسلين وآلهم وأصحابهم أجمعين والتابعين وتابع التابعين لهم بإحسان الى يوم الدين. الفاتحة
ثم الى أرواح الأئمة الأربعة المجتهدين ومقلديهم فى الدين، والى أرواح العلماء العاملين والشهداء والصالحين والأولياء أينما كانوا من مشارق الأرض و مغاربها فى برها وبحرها وبلادها وجبالها وأوديتها، خصوصا الى حضرة الشيخ عبد القادر الجيلانى رضي الله عنهم أجمعين أعاذ الله علينا من بركاتهم وكراماتهم فى الدنيا و الأخرة لهم الفاتحة
ثم الى حضرة آبائنا و أمهاتنا وأجدادنا وجداتنا وأخوالنا وخالاتنا وأعمامنا وعما تنا ومشايخنا و مشايخ مشايخنا والى أرواح جميع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات -خصوصا الى حضرة____ – الفاتحة
بسم الله الرحمن الرحيم * قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اللَّهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ *-3
لاإله إلا الله والله اكبر- بسم الله الرحمن الرحيم* وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ * مِن شَرِّ مَا خَلَقَ * وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ *وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ * وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ*
لاإله إلا الله والله اكبر- بسم الله الحمن الرحيم* قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ* مَلِكِ النَّاسِ* إِلَهِ النَّاسِ* مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ * الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ* مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ*
لاإله إلا الله والله اكبر- بسم الله الرحمن الرحيم* الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ* مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ* إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ* اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ* صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ*الم* ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ* الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ*والَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ* أُوْلَـئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ-
وإلـهكم إله وحد لآ إله إلا هو الرمن الحيم.  اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ *
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدمِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ*اللّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ-
لِّلَّهِ ما فِي السَّمَاواتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَإِن تُبْدُواْ مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللّهُ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ * آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُواْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ* لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ-
إرحمن يا أرحمن الرحمين -7
رحمة الله وبركاته عليكم أهل البيت حميد مجيد. إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا. إن الله و ملائكته يصلون على النبي يآأيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.
  اللهم صل أفضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك نور الهدى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون. 
اللهم صل أفضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك شمس الضحى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون.
اللهم صل أفضل الصلاة على اسعد مخلوقاتك بدر الدجى سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد, عدد معلوماتك ومداد كلماتك كلما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون. وسلم ورضى الله تعالى عن ساداتنا أصحاب رسول الله أجمعين. وحسبنا الله ونعم الوكيل, نعم المولى ونعم النصير. ولا حولا ولا قوة الا بالله العلي العظيم.
استغفر الله العظيم -3
أفضل الذكر فاعلم أنه لآاله الا الله حي موجود. لآ اله الا الله حي معبود. لآ اله الا الله 
حى باق. “لآ اله الا الله” -100
اللهم صل على محمد اللهم صل عليه وسلم. -3
سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم.-3
اللهم صل على حبيبك سيدنا محمد و على اله و صحبه وسلم -3أجمعين.
الدعاء
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم,  بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, حمد الشاكرين حمد الناعمين حمدا يوافى نعمه ويكافىء مزيده, يا ربنا لك الحمد كما ينبغى لجلال وجهك وعظيم سلطانك, اللهم صل وسلم على آل سيدنا محمد, اللهم تقبل وأوصل ثواب ما قرأناه من القراءن العظيم وما هلّلناه وما سبّحناه وما استغفرناه وما صلّينا على سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وما تصدّق به صاحب هذه الحاجة هدية وسيلة ورحمة نازلة وبركة شا ملة الى حضرة حبيبنا وشفيعنا وقرة أعيننا سيدنا ومولانا محمد صلى الله عليه وسلم وآله واصحابه والأنبياء والمرسلين والأولياء والشهداء والصالحين والقطباء والأبدال والعلماء العاملين والمصنفين المخلصين وجميع المجاهدين فى سبيل الله رب العالمين والملائكة المقربين حصوصا سيدنا الشيخ عبد القادر الجيلانى، ثم الى جميع اهل القبور من المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات من مشارق الأرض ومغاربها فى برها وبحرها خصوصا آبآءنا و أمها تنا واجدادنا وجداتنا ونخصّ خصوصا من اجتمعنا هنا بسببه ولأجله المغفور له/لها_____ اجعل اللهمّ ثواب ذلك فداء لهم من النار وسببا لدخولهم الجنة مع الابرار، اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه، اللهم اغفرلهم وارحمهم وعافهم واعف عنهم، اللهم انزل الرحمة والمغفرة على اهل القبور من المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات اللهم ارفع لهم الدرجات وضعف لهم الحسنات وكفر عنهم السيئات برحمتك يا ارحم الراحمين، ربنا أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه ربنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار، اللهم اجعل جمعنا هذا جمعا مرحوما وتفرقنا من بعده تفرقا معصوما ولا تجعلنا شقيا ولامطرودا برحمتك ياارحم الراحمين. وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آلـه وصحبه وسلم سبحان ربك رب العزة عما يصفون، وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين، الفاتحة

0 komentar:

MENGINGAT MATI  
By: Siti Chotidjah
 
Ketakutan akan kematian adalah hal yang lumrah terhadap setiap orang, karena kematian sebuah akhir kehidupan yang dapat melenyapkan kehidupan dengan jalan yang berbeda. Dan penyebabnya pun bisa bermacam-macam, entah itu karena bencana alam, atau sebab dari diri kita sendiri. Seperti sakit, terlalu lelah, atau sedang tidur. serta disebabkan kecelakaan.

Dimanapun kematian itu pasti akan datang dan pasti semua orang akan merasakannya. Namun tanpa diketahui kapan dan dimana, serta dengan cara apa kematian itu akan datang.

Allah swt berfirman :
." Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui [dengan pasti] apa yang diusahakan besok. Dan tiada seorangpun dapat mengetahui dibumi mana ia akan mati ." [QS Al Lukman : 34]

." Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu didalam benteng yang tinggi lagi kokoh ." [QS An Nisa : 78]

Firman Allah swt diatas merupakan suatu ungkapan agar kita memahami kematian pasti akan datang dan lebih dari itu supaya kita mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan yang akan datang dikampung akhirat kelak.

Bekal apa yang akan kita bawa ? Karena segala sesuatu yang kita kerjakan didunia ini akan diminta pertanggungan jawab atas perbuatan dan juga mendapatkan ganjaran pahala juga menanggung siksa.

Sebagaimana firman Allah swt :
." Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya [dengan berfirman] : " Sungguh Aku tidak menyia-nyiakan permohonan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki atau perempuan, karena sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain ." [QS Ali Imran : 195]

," Barang siapa mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan. Sedang ia orang beriman , maka mereka itu masuk kedalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun ." [QS An Nisa : 124]

Meski dunia dimana kita tinggal bak fatamorgana dimana didalamnya penuh keindahan, ujian dan rintangan yang akan menjadikan kita mencari kesenangan karena terpesona dengan racunnya. Sehingga menjadikan kita orang bodoh dan lalai akan hakikat kehidupan yang fana ini dan menjadikan dunia tujuan akhir kita.

Ataukah kita mampu menahan diri , menjalani hidup dengan bijak agar kita mampu mencapai tujuan hakiki kehidupan ini. yakni kembali kepada Ilahi dengan hati yang tenang.

Allah swt berfirman :
." Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan ." [QS Ali Imran : 18]

," Tiap -tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan [yang sebenar-benarnya]. Dan hanya kepada kami lah kamu dikembalikan ." [QS Al Anbiya : 35 ]

Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas ra. :
."Kami [Allah swt] menguji kamu dengan kesusahan dan kemudahan, kesehatan dan sakit, keadaan kaya dan miskin dengan halal dan haram, dengan ketaatan dan kemaksiatan. Supaya kamu lihat bagaimana syukurmu [kepada Kami] dan kesabaranmu [Dan kepada kamilah kamu akan kembali]. maksudnya kamu tidak akan kembali kepada selain Kami, Kemudian Kami akan membalas semua amal-amalmu.

Kematian adalah suatu misteri dalam kehidupan didunia ini dan setelahnya, boleh jadi rahasia-rahasia itu supaya menjadi hikmah bagi kita. Maka diperlukan terus menerus introspeksi dan menjaga diri agar periode selanjutnya dalam kehidupan ini terjaga dari perbuatan dosa serta tidak menganggap remah kejahatan atas diri kita. Dengan mengingat kematian menjadikan kita hidup dalam keseimbangan menggapai dunia juga akhirat , dan tidak menghabiskan umur untuk bersantai-santai kerana kehidupan ini dalam setiap menit dan detiknya diperhitungkan , hingga sebesar biji sawipun.

Allah swt berfirman :
." Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun , niscaya dia akan melihat [balasan]nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun , niscaya dia kan melihat [balasan]nya pula ." [QS Al Zalzalah :7-8]

Para sahabatku . . . walau hasil dan nilai yang didapatkan diiakhirat itu sesuai dengan amal ibadah yang kita kerjakan didunia , dan yang kita lalui dengan cobaan dan ujian , namun bukan berarti kita harus mati-matian hanya beribadah dan mengabaikan hidup didunia ini. Karena dalam hal ini Islam mengajarkan kita mengambil jalan [sederhana] ,

sebagaimana sabda Rasulullah saw:
." Orang yang paling baik diantara kamu bukan orang yang meninggalkan dunia karena akhiratnya, dan bukan pula orang yang meninggalkan akhirat untuk dunianya. Akan tetapi orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang mengambil dunia dan akhirat kedua-duanya ." [Al Hadist]

Para sahabatku apapun yang kita usahakan tidak lain adalah untuk mempersiapkan kematian kita, merupakan suatu pelajaran dalam mencapai kehidupan yang abadi, yakni dengan tetap istqomah beramal shaleh, berkepribadian lurus, kesadaran akan hakikat keberadaan kita. Dan semoga Allah memberikan taufik dan hidayah dalam kehidupan kita . Dan membimbing kita dalam kematian yang indah yaitu Husnul Khatimah . . . semoga Allah swt senantiasa merahmati kita semua . . .Amiin . .

Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=3077069015532&set=o.134109263314057&type=3&theater

MENGINGAT MATI

MENGINGAT MATI  
By: Siti Chotidjah
 
Ketakutan akan kematian adalah hal yang lumrah terhadap setiap orang, karena kematian sebuah akhir kehidupan yang dapat melenyapkan kehidupan dengan jalan yang berbeda. Dan penyebabnya pun bisa bermacam-macam, entah itu karena bencana alam, atau sebab dari diri kita sendiri. Seperti sakit, terlalu lelah, atau sedang tidur. serta disebabkan kecelakaan.

Dimanapun kematian itu pasti akan datang dan pasti semua orang akan merasakannya. Namun tanpa diketahui kapan dan dimana, serta dengan cara apa kematian itu akan datang.

Allah swt berfirman :
." Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui [dengan pasti] apa yang diusahakan besok. Dan tiada seorangpun dapat mengetahui dibumi mana ia akan mati ." [QS Al Lukman : 34]

." Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu didalam benteng yang tinggi lagi kokoh ." [QS An Nisa : 78]

Firman Allah swt diatas merupakan suatu ungkapan agar kita memahami kematian pasti akan datang dan lebih dari itu supaya kita mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan yang akan datang dikampung akhirat kelak.

Bekal apa yang akan kita bawa ? Karena segala sesuatu yang kita kerjakan didunia ini akan diminta pertanggungan jawab atas perbuatan dan juga mendapatkan ganjaran pahala juga menanggung siksa.

Sebagaimana firman Allah swt :
." Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya [dengan berfirman] : " Sungguh Aku tidak menyia-nyiakan permohonan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki atau perempuan, karena sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain ." [QS Ali Imran : 195]

," Barang siapa mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan. Sedang ia orang beriman , maka mereka itu masuk kedalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun ." [QS An Nisa : 124]

Meski dunia dimana kita tinggal bak fatamorgana dimana didalamnya penuh keindahan, ujian dan rintangan yang akan menjadikan kita mencari kesenangan karena terpesona dengan racunnya. Sehingga menjadikan kita orang bodoh dan lalai akan hakikat kehidupan yang fana ini dan menjadikan dunia tujuan akhir kita.

Ataukah kita mampu menahan diri , menjalani hidup dengan bijak agar kita mampu mencapai tujuan hakiki kehidupan ini. yakni kembali kepada Ilahi dengan hati yang tenang.

Allah swt berfirman :
." Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan ." [QS Ali Imran : 18]

," Tiap -tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan [yang sebenar-benarnya]. Dan hanya kepada kami lah kamu dikembalikan ." [QS Al Anbiya : 35 ]

Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas ra. :
."Kami [Allah swt] menguji kamu dengan kesusahan dan kemudahan, kesehatan dan sakit, keadaan kaya dan miskin dengan halal dan haram, dengan ketaatan dan kemaksiatan. Supaya kamu lihat bagaimana syukurmu [kepada Kami] dan kesabaranmu [Dan kepada kamilah kamu akan kembali]. maksudnya kamu tidak akan kembali kepada selain Kami, Kemudian Kami akan membalas semua amal-amalmu.

Kematian adalah suatu misteri dalam kehidupan didunia ini dan setelahnya, boleh jadi rahasia-rahasia itu supaya menjadi hikmah bagi kita. Maka diperlukan terus menerus introspeksi dan menjaga diri agar periode selanjutnya dalam kehidupan ini terjaga dari perbuatan dosa serta tidak menganggap remah kejahatan atas diri kita. Dengan mengingat kematian menjadikan kita hidup dalam keseimbangan menggapai dunia juga akhirat , dan tidak menghabiskan umur untuk bersantai-santai kerana kehidupan ini dalam setiap menit dan detiknya diperhitungkan , hingga sebesar biji sawipun.

Allah swt berfirman :
." Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun , niscaya dia akan melihat [balasan]nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun , niscaya dia kan melihat [balasan]nya pula ." [QS Al Zalzalah :7-8]

Para sahabatku . . . walau hasil dan nilai yang didapatkan diiakhirat itu sesuai dengan amal ibadah yang kita kerjakan didunia , dan yang kita lalui dengan cobaan dan ujian , namun bukan berarti kita harus mati-matian hanya beribadah dan mengabaikan hidup didunia ini. Karena dalam hal ini Islam mengajarkan kita mengambil jalan [sederhana] ,

sebagaimana sabda Rasulullah saw:
." Orang yang paling baik diantara kamu bukan orang yang meninggalkan dunia karena akhiratnya, dan bukan pula orang yang meninggalkan akhirat untuk dunianya. Akan tetapi orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang mengambil dunia dan akhirat kedua-duanya ." [Al Hadist]

Para sahabatku apapun yang kita usahakan tidak lain adalah untuk mempersiapkan kematian kita, merupakan suatu pelajaran dalam mencapai kehidupan yang abadi, yakni dengan tetap istqomah beramal shaleh, berkepribadian lurus, kesadaran akan hakikat keberadaan kita. Dan semoga Allah memberikan taufik dan hidayah dalam kehidupan kita . Dan membimbing kita dalam kematian yang indah yaitu Husnul Khatimah . . . semoga Allah swt senantiasa merahmati kita semua . . .Amiin . .

Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=3077069015532&set=o.134109263314057&type=3&theater

0 komentar:

Dalil Selamatan / Kenduri Arwah / Tahlilan 7 hari & 40 Hari, Shahihnya Hadits Riwayat Thawus Attabi’in dan Umair bin Ubaid


Dalil-dalil sunat membuat kenduri tahlil arwah:
1. Hadis Thawwus:


 ( ان الموت يفتنون فى قبورهم سبعا . فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام . )
   
Ertinya “ Berkata Thawwus, bahawasanya segala orang yang mati itu difitnah/diuji akan mereka itu didalam kubur, didalam masa 7 hari. Maka adalah mereka itu ( Para Sahabat) suka bahawa memberi makan mereka itu ganti daripada mereka itu pada demikian itu hari.” ] – Hadits Shahih marfu’

2. Berkenaan hadis Umair bin Ubaid yang sahih yang tiada pertikaian , disudut hubungannya dengan Thawus  tersebut apabila digabungkan (dikompromikan kesemua hadis-hadis tersebut ) beliau  memberi komentar :

عن عبيد بن عمير: قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق فأما المؤمن فيفتن أربعين صباحا.

Dari Ubaid bin Umair r.a , berkata “ Difitnahkan (dalam kubur) dia jenis orang , yang beriman dan yang munafik . maka yg beriman difitnahkan/diuji selama 40  pagi (hari)”

3.

عَنْ اَبِىْ ذَرٍّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَيْضًا اَنَّ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُُُُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ذَهَبَ اَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلاُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ .
قَالَ اَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ اِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً وَاَمْرٍ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً وَنَهْىٍ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةً وَفِى بُضْعِ اَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ اَيَأْتِىْ اَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا اَجْرٌ قَالَ اَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ اَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ فَكَذَلِكَ اِذَا وَضضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ اَجْرٌ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Ertinya: Diriwayatkan daripada Abi Zar r.a, telah bertanya oleh beberapa orang sahabat kepada Nabi s.a.w, “wahai Rasulullah telah pergilah orang-orang hartawan dengan pahala yang banyak maka sembahyang mereka itu sepertimana kami sembahyang dan puasa mereka itu sepertimana kami puasa dan bersedekah mereka itu dengan kelebihan daripada kekayaan mereka”. Telah menjawab oleh Nabi s.a.w, “adakah kamu bersusah hati?. Bukankah telah dijadikan oleh Allah bagimu sesuatu yang boleh kamu bersedekah dengannya. Sesungguhnya bagi tiap-tiap tasbih itu sedekah, tiap-tiap pujian itu sedekah, tiap-tiap tahlil itu sedekah, menyeru dengan pekerjaan yang baik-baik itu sedekah, melarang kemungkaran itu sedekah dan pada berjimak kamu itu juga sedekah”. Berkata para sahabat, “adakah bagi seseorang kami pahala dengan menunaikan shahwat?”. Jawab Rasulullah s.a.w “bagaimanakah perkiraan kamu jika kamu tunaikan shahwat itu kepada yang haram?, adakah kamu berdosa?. Maka seperti demikian pulalah apabila kamu menunaikan shahwat pada yang halal nescaya bagimu itu pahala”.

Hadis riwayat Muslim.

وَرَوَيْنَا فِى سُنَنِ الْبَيْهَقِىْ بِاِسْنَادٍ حَسَنٍ اَنَّ اِبْنَ عُمَرَ اِسْتَحَبَّ اَنْ يُقْرَأ
عَلَى الْقَبْرِ بَعْدَ دَفْنِ اَوَّلُ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا

Ertinya: Telah kami meriwayatkan di dalam sunan Al-Baihaqi dengan isnad yang hasan bahawa Ibnu Umar menyunatkan bahawa dibacakan atas kubur selepas wafat, awal surah Al-Baqarah dan akhirnya (Kitab Futuhat Ar-Robbaniah Syarah Al-Azkar Nawawiah – juzuk 3 m/s 194).

Hadis riwayat Ibnu Mubarak daripada Sulaiman At-Taimi daripada Abi Usman daripada Ma’qil bin Yasar, beliau berkata:

“Telah bersabda Nabi s.a.w
اِقْرَأُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ

Ertinya: Bacalah surah Yasin atas mereka yang mati dikalangan kamu.
Telah mensahihkan hadis ini oleh Ibnu Hibban di dalam kitab Al-Ihsan no 3002.

قَالَ اَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَرُوْزِىْ سَمِعْتُ اَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلَ يَقُوْلُ اِذَا دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ فَاقْرَأُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمَعُوْذَتَيْنِ وَقُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ثَوَابَ ذَلِكَ ِلاَهْلِ الْمَقَابِرِ فَاِنَّهُ يَصِلُ اِلَيْهِمْ

Telah berkata oleh Ahmad bin Muhammad bin Maruzi, aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata “apabila kamu masuk kepada perkuburan baca olehmu surah Fatihah dan mauzatain dan Qulhuallahuahad, lalu kamu jadikan pahalanya bagi ahli kubur. Maka sesungguhnya ia sampai kepada mereka (Ihya’ Ulumuddin).

وَاَمَّا مَا رَأَهُ الصَّالِحُوْنَ فِى الْمَنَامِ فَرُؤْيَاهُمْ كُلُّهَا مُتَوَاطِئَةٌ بَعْدَ مَا يَقْرَءُوْنَ وَيَهْدُوْنَ لِلْمَيِّتِ مِمَّا يَدُلُّ عَلَى وُصُوْلِ ثَوَابِ الْقِرَاءَةِ اِلَيْهِمْ 
  وَانْتِفَاعُهُمْ بِذَلِكَ لاَ يُحْصى

Adapun barang yang melihat oleh orang-orang soleh pada ketika tidur, maka mimpi mereka itu sekeliannya muafakat mereka itu yakni barang yang mereka baca dan mereka hadiahkan bagi si mati itu sampai pahala bacaan kepada si mati dan mereka mengambil manfaat dengan demikian itu adalah riwayat tersebut tidak terhingga banyaknya.

حَدَّثَناَ هاَشِمُ بْنُ قَاسِمٍ قَالَ حَدَّثَناَ اْلاَشْجَاعِيْنَ عَنْ سُفْيَانَ قَالَ : قَالَ طَاوُسٌ اِنَّ الْمَوْتَ يُفْتَنُوْنَ فِى قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ اَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلاَياَّم

Ertinya: Telah berkata oleh Tawus (tabii’n) sesungguhnya orang yang mati itu difitnahkan mereka di dalam kubur selama 7 hari. Maka adalah mereka (para sahabat) kasih bahawa mensedekahkan makanan kepada orang ramai untuk si mayat pada demikian hari.

وَكَانَ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ عَذَابٌ يَسِيْرٌ فَاَخَذَ جَدِيْدَةً مِنْ نَخْلٍ وَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ وَغَرَسَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ فَقَالَ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا الْعَذَابُ مَا لَمْ يَجُفَّ رَوَاهُ الْبُخَارِىْ
Adalah Nabi s.a.w lalu disamping 2 buah kubur, maka beliau bersabda “azab yang sedikit”. Maka mengambil pelepah kurma daripada pohon kurma lalu membelahnya menjadi dua dan ditanamkan tiap-tiap satu di atas kubur. Lalu baginda bersabda “diringankan azab selama pelepah ini tidak kering”.
(Riwayat Imam Bukhari)












Hukum selamatan hari ke-3, 7, 40, 100, setahun, dan 1000 hari diperbolehkan dalam syari’at Islam. Keterangan diambila dari kitab “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 178 sebagai berikut: scan kitab 




قال الامام أحمد بن حنبل رضي الله عنه فى كتاب الزهد له : حدثنا هاشم بن القاسم قال: حدثنا الأشجعى عن سفيان قال
قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام , قال الحافظ ألو نعيم فى الجنة: حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثنا أبى حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال: قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام


Artinya:
“Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal ra di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.
Telah berkata al-Hafiz Abu Nu’aim di dalam kitab Al-Jannah: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.”
Selain itu, di dalam kitab yang sama jilid 2 halaman 194 diterangkan sebagai berikut:


ان سنة الاطعام سبعة أيام بلغنى أنهامستمر الى الأن بمكة و المدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة الى الأن و انهم أخذوها خلفا عن سلف الى الصدر الأول

ِArtinya:
“Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat.”
———————————————-
Keterangan:

 ( ان الموت يفتنون فى قبورهم سبعا . فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام . )  

Ertinya “ Berkata Thawwus, bahawasanya segala orang yang mati itu difitnah akan mereka itu didalam kubur, didalam masa 7 hari. Maka adalah mereka itu ( Para Sahabat) suka bahawa memberi makan mereka itu ganti daripada mereka itu pada demikian itu hari.” ]
Berkata Sayuti. Katanya : ( Kaanu Yastahibbu )  maknanya, “Adalah manusia buat mereka itu akan demikian itu pada zaman Nabi S.A.W, dan mengetahui ia dengan dia dan tidak ingkar Nabi S.A.W atas dia– Al Hawi lil Fatawa juzu’2 m/s 377.

Berkata Ibrahim Al Halabi, didalam Syarah Al Kabir kemudian daripada naqal beberapa nas yang menunjuk atas makruh buat makanan daripada ahli mayat :[ Dan tiada sunyi daripada Nazar (kecedraan yang perlu dibahas), kerana bahawasanya tidak ada dalil atas makruh melainkan hadis Jarir bin Abdillah jua. Kerana bahawasanya melawani akan dia oleh hadis yang diriwayatkan akan dia oleh Imam Ahmad dengan sanad yang sahih. Dan barang yang diriwayat oleh Abu Daud daripada Ashsim bin Kulaib daripada bapanya daripada seorang laki-laki daripada Ansar 

( قال خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فى جنازة  فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على القبر يوصى الحافر يقول  أوسع من قبل رجليه  اوسع من قبل رأسه  فلما رجع استقبله داعى امرأته فجأ وجىء بالطعام فوضع  بين يديه ووضع القوم فأكلوا ورسول الله صلى الله وسلم يلوك لقمة فى فيه ثم قال انى أجد لحم شاة أخذت بغير اذن اهلها. )

artinya, “ Berkata ia, keluar kami serta Rasullah S.A.W pada suatu jenazah, maka lihat aku akan Rasulullah S.A.W dan ia atas kubur berpesan akan yang menggali kubur, perluaskan olehmu akan pihak kaki, perluaskan olehmu daripada pihak kepalanya. Maka takala kembali daripada kubur itu, berhadap akan dia oleh yang menyuruh suruhannya daripada perempuan si mati itu, yakni isteri si mati itu. Maka datang Nabi S.A.W  didatang dengan makanan, maka dihantar dihadapan Nabi S.A.W dan menghantar oleh Sahabat maka makan oleh mereka itu. Dan Rasulullah makan  ia, akan satu suap, kemudian bersabda Ia, “ Aku dapati daging kambing yang diambil dengan tidak izin oleh ahlinya”. Maka ini hadis, menunjuk ia atas harus membuat ahli mayat atas makanan dan seru  (panggil) atas manusia atasnya dan pada setengah riwayat  “imraah.” … dengan tidak ada dhomir. Maka kaedah usul fiqh, mesti kena :             
( حمل المطلق على المقيد )                                                                             

Maksudnya diambil qaid yang muqayyad  itu, buat qayyid pada yang  yang muthlaq  itu. Ertinya ditanggung (lafaz) “ imro ah” yang tidak ada dhomir itu ialah  “imro a ytil mayyit”,  seperti hak dhomirnya itu jua, Wallahu`alam].

Dan lagi barang yang tersebut di dalam kitab Fawakihud Diwani  :
[Dan adapun barang yang membuat akan dia oleh qirobah  ( kaum kerabat ) mayat, daripada makanan dan menghimpun akan manusia atasnya. Maka jika ada ia kerana baca quran dan lain lagi daripada barang yang diharapkan pahalanya bagi mayat, maka tiada mengapa dengan dia. Dan adapun jika kerana lain daripada demikian itu, maka makruh ia. Dan tidak seyogia bagi seseorang makan daripadanya,melainkan jika adalah yang membuatnya itu waris yang baligh lagi cerdik, maka tidak mengapa kita makan dengannya. Dan adapun jika wasiat oleh si mati dengan dibuat akan makanan pada matinya, maka bahawasanya sah pada thulus (1/3) hartanya. Dan wajib diluluskan akan dia, kerana diamalkan dengan fardhunya]- juzu’2 m/s 289.

Adapun kitab Al Anwar :[ Dan adapun jika wasiat seseorang dengan baca quran di kubur atau bersedekah daripadanya, atau umpama demikian itu, nescaya lulus ia] – juzu’ 1 m/s 126.

Adapun  jika buat dengan sebab adat hingga mereka yang tiada kuasa pun tebing ( buat-buat ) juga takut jadi keaiban (kalau tidak dibuat jamuan) , kerana adat jua belaka. Inilah ynag dinamakan Takalluf pada bahasa Arab. Maka inilah yang dinamakan bida’ah yang dicela oleh syarak, yang dicegah oleh segala Ulamak didalam kitab Jawi ( Melayu) dan Arab. Seperti kata Syekh Ibnu Hajar di dalam Tuhfah :[ “Dan bermula barang yang diadatkan, daripada membuat ahli mayat didalam makanan supaya menyeru akan mereka diatasnnya itu, makruh lagi bida’ah. Seperti  (itu juga hukumnya untuk sesiapa yang) memperkenankan (jemputan) mereka itu, kerana barang yang datang daripada hadis yang Sahih daripada Jarir
 
( كنا نعد الأجتماع الى أهل الميت  وصنعهم الطعام  بعد دفنه من النياحة )
Artinya, “Adalah kami sekelian, sangkakan berhimpun pada ahli mayat dan membuat makanan kemudian daripada setengah daripada meratap (Niyahah) ”].

Maka zahirnya berlawan antara hadis Ashim dan hadis Jarir ini, maka kaedah (usul fiqih)
[ Apabila berlawan dua dalil, wajib dihimpun jika mungkin berhimpun], maka disini boleh dihimpun, maka hadis Ashim itu ditanggungkan atas barang yang dibuat tidak kerana adat. Bahkan buat kerana tarahum dan niat hadiah pahalanya kepada si mati. Dan yang ditegah pada hadis Jarir itu, jika buat kerana adat seperti barang yang kami kata satni (sebentar tadi). Wa Allahu`alam bis Sowab.

Berkata Ibnu Hajar di dalam Tuhfah , juzu’ 3 m/s 207. “Bermula wajah dibilangkan dia daripada Niyahah itu, barang yang ada padanya, daripada bersusah payah beramat- amati dengan pekerjaan dukacita” .

Maka ini illat tidak ada pada kebanyakan pada orang jawi kita, dan apabila tidak ada illat tidak ada hukum. Kerana kata mereka itu, “ Bermula hukum itu berkeliling ia serta illatnya, maka murad dengan hukum disini ialah makruh berhimpun dan buat kenduri di rumah si mati”. Wa Allahu` alam.

Maka berhimpun yang dilarang pada hadis Jarir itu jika tidak kerana baca quran dan zikir. Adapun jika berhimpun kerana baca quran dan zikir pada si mati adalah sunat, 

seperti barang yang  sohih perkataan Imam Nawawi di dalam Majmuk :
 
(لا كراهة قرأة القرأن مجتمعين  بل هى مستحبة)
Ertinya, “ Tidak makruh baca quran berhimpun bahkan ia itu sunat- juz’1 m/s 126.”Riwayat daripada Abi Hurairah R.A dan daripada Abi Said Al Kudri, ertinya kedua mereka berkata,

(قالا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يقعد قوم يذكرون الله الا حفتهم الملأيكة وغشيتهم الرحمة وأنزلت عليهم  السكينة )

Sabda Rasullah S.A.W, tidak duduk oleh satu kaum, menyebut mereka itu akan Allah Taala, melainkan berkelilingi oleh malaikat akan mereka itu. Kerana memuliakan akan mereka itu dan menutupi akan mereka itu oleh rahmat. Dan turun atas mereka itu oleh ketetapan pada hati”. Qauluhu [Yazkuruna] : ertinya, “Barangmana kelakuan daripada segala kelakuan dan barangmana seorang ada ia. Qauluhu [Yazkuruna] : Bermula zikir itu melengkapi akan sembahyang, baca quran dan doa dengan yang lebih pada dunia dan akhirat-Dalilul Faalihin m/s 248. 

Maka kami faham daripada nas- nas ini, bahawasanya baca quran dengan berhimpun itu afdhal, daripada baca seorang diri pada Mazhab kita Syafie. Kerana tidak ada nas daripada alquran dan hadis, melarang tidak boleh baca quran di rumah si mati. Bahkan setengah mereka itu, dia kiaskan makruh baca quran di rumah si mati, dengan baca quran di jamban. Maka ini qias batal, kerana “Qias ma’alfaariq”. Kerana syarat sah qias itu hendak ada jamik antara “maqis” dan “maqisu a`laih”. Maka jauh sekali perbezaan, antara rumah si mati dengan jamban itu, kerana rumah si mati tidak ada najis dan jamban itu kotor (tempat najis), maka disini nyata batal qias itu. Maka jika engkau kata, ijtimak pada hadis Jarir itu, am melengkapi ia, barangmana ijtimak nescaya kami jawab, “ Apa faedah boleh ia datang dengan lafaz ma’rifah pada lafaz al ijtimak”. Maka kami faham daripada lafaz al ijtimak, dikehendaki dengan ijtimak yang membawa kepada niyahah yang dilihat dengan mata kepala sendiri di Mekah sana. Maka dimana- manapun, jika ijtimak seperti itu, “Bidaah Mazmumah Muharamah” pada syarah

Kerana kaedah: ( للوسائل حكم المقاصد)

Murad dengan wasaail itu ijtimak dan murad dengan maqasid itu Niyahah. Dan jika engkau kata, alif lam pada ijtimak itu. Alif lam apa? Nescaya kami jawab, (الف لام للعهد العمى)
(iaitu barang yang hasil pada ilmu mukhatab dengan ketiadaan sebutnya yang telah lalu). Dan makna: العهد , الشيء المعهود Ertinya: suatu yang diketahui.

Dan jika engkau kata : (الف لام للاستغراق الجنس )
Nescaya kami jawab tidak betul, kerana syarat     الف لام للاستغراق الجنس    itu bahawa sah kita letak lafaz  (كل) kullu pada tempat dia itu. Maka disini tidak sah kerana jadi fasad (rosak) makna, kerana bunyi maknannya:

(كل اجتماع وصنع الطعام من اهل الميت من النياحة )

Ertinya, tiap- tiap berhimpun dan buat makan daripada ahli mayat daripada niyahah, maka ini nyata fasad (rosak makna).

Ini kesemuanya jika kita berlaku atas qaul yang berkata hadis Jarir itu marfu’. Adapun jika kita berlaku atas qaul yang berkata hadis Jarir itu mauwquf,  tidak jadi hujjah ( yakni tidak boleh buat dalil dengan dia), kerana syarat perkataan Sahabi ( hadis mawquf ), hendak jadi marfu’ itu, jika ia idofat kepada Rasulullah S.A.W, seperti dia kata

كنا فى زمن النبى  كذا وكذا  اتو كنا فى حياته كذا وكذا….
  

Seperti barang yang berkata oleh jumhur Muhaddisin dan Ashabul fiqh wal Usul. Dan berkata Imam Nawawi dalam syarah Muslim, “Adakah ia, yakni hadis Mauwquf  itu, jadi hujjah atau tidak?”. Ada padanya dua qaul, bagi Imam kita Syafie yang masyhur keduanya. Bermula yang Asah, ialah Qaul Jadid, baginya tidak menjadi hujjah dengan hadis Mauwquf. Dan yang kedua, ialah Qaul Qadim baginya ini dhoif. Maka apabila berlaku kita, atas qaul yang berkata tidak menjadi hujjah, maka bermula Qiyas didahulukan atasnya dan harus bagi Tabi’in menyalahi akan dia, yakni harus kita tidak berdalil dengannya.-Syarah Muslim juzu’1 m/s 45 — mulakhisan ( Diringkaskan).

Maka difaham daripada perkataan Imam Nawawi ini, tidak boleh kita bermudah- mudah hukum dengan kufur orang itu dan kufur orang ini, dengan makanan kenduri dan baca Qul`hu wallah di rumah si mati. Takut terbalik kepada yang berkata, wa`iyya zabillah.

  Akhirnya

Perbahasan yang panjang lebar telah di bawakan oleh Imam Sayuthi didalam kitab beliau Al Hawi lil Fatawa juzuk 2 . m.s 178-196 , hampir 19 muka surat membahaskan hadis tersebut , samada disudut sanadnya maupun maknanya. Sesiapa yang berminat bolehlah merujuk kitab tersebut.  Wallahu a’lam.

Saya menyeru kepada mereka yang berkebolehan dalam menyelidik dalil-dalil,  terutamanya Tuan-tuan Guru dan para penuntut Ilmu , agar lebih peka untuk memberi penerangan dengan lebih jelas kepada masyarakat berkenaan perkara sebegini . Sekalipun ianya dianggap perkara kecil , furu; remeh tetapi akan menjadi perkara besar jika sampai ketahap membid’ah dan menghukum kufurkan segolongan besar umat Islam. Lihatlah kepada usaha-usaha mereka yang semakin berkembang terutamanya dikalangan mereka yang tiada asas pengetahuan  
agama
 
Setelah kita meneliti dan menghalusi perbincangan , dimanakah lagi logik dan betulnya dakwaan mereka yang mengharamkan dan membid’ahkan kenduri arwah dengan alasan-alasan yang keliru dan samar? . Alasan yang remeh temeh, yang hanya menunjjukan kebodohan diri sendiri disisi para ilmuan?.  Alasan yang sentiasa bertukar-tukar apabila ternyata rapuh setelah dijawab . Maka mudahan-mudahan risalah ini dapat meredakan ketegangan yang sentiasa akan menyala apabila ditiup oleh mereka yang nampaknya bagus ideanya tapi hakikat batinnya siapa yang tahu, hanya Allah saja
 
Siapa saja yang membaca risalah ini , jika terdapat musykil, sila lah merujuk kepada ahlinya

Dalil Selamatan / Kenduri Arwah / Tahlilan 7 hari & 40 Hari

Dalil Selamatan / Kenduri Arwah / Tahlilan 7 hari & 40 Hari, Shahihnya Hadits Riwayat Thawus Attabi’in dan Umair bin Ubaid


Dalil-dalil sunat membuat kenduri tahlil arwah:
1. Hadis Thawwus:


 ( ان الموت يفتنون فى قبورهم سبعا . فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام . )
   
Ertinya “ Berkata Thawwus, bahawasanya segala orang yang mati itu difitnah/diuji akan mereka itu didalam kubur, didalam masa 7 hari. Maka adalah mereka itu ( Para Sahabat) suka bahawa memberi makan mereka itu ganti daripada mereka itu pada demikian itu hari.” ] – Hadits Shahih marfu’

2. Berkenaan hadis Umair bin Ubaid yang sahih yang tiada pertikaian , disudut hubungannya dengan Thawus  tersebut apabila digabungkan (dikompromikan kesemua hadis-hadis tersebut ) beliau  memberi komentar :

عن عبيد بن عمير: قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق فأما المؤمن فيفتن أربعين صباحا.

Dari Ubaid bin Umair r.a , berkata “ Difitnahkan (dalam kubur) dia jenis orang , yang beriman dan yang munafik . maka yg beriman difitnahkan/diuji selama 40  pagi (hari)”

3.

عَنْ اَبِىْ ذَرٍّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَيْضًا اَنَّ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُُُُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ذَهَبَ اَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلاُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ .
قَالَ اَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ اِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً وَاَمْرٍ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً وَنَهْىٍ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةً وَفِى بُضْعِ اَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ اَيَأْتِىْ اَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنَ لَهُ فِيْهَا اَجْرٌ قَالَ اَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ اَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ فَكَذَلِكَ اِذَا وَضضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ اَجْرٌ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Ertinya: Diriwayatkan daripada Abi Zar r.a, telah bertanya oleh beberapa orang sahabat kepada Nabi s.a.w, “wahai Rasulullah telah pergilah orang-orang hartawan dengan pahala yang banyak maka sembahyang mereka itu sepertimana kami sembahyang dan puasa mereka itu sepertimana kami puasa dan bersedekah mereka itu dengan kelebihan daripada kekayaan mereka”. Telah menjawab oleh Nabi s.a.w, “adakah kamu bersusah hati?. Bukankah telah dijadikan oleh Allah bagimu sesuatu yang boleh kamu bersedekah dengannya. Sesungguhnya bagi tiap-tiap tasbih itu sedekah, tiap-tiap pujian itu sedekah, tiap-tiap tahlil itu sedekah, menyeru dengan pekerjaan yang baik-baik itu sedekah, melarang kemungkaran itu sedekah dan pada berjimak kamu itu juga sedekah”. Berkata para sahabat, “adakah bagi seseorang kami pahala dengan menunaikan shahwat?”. Jawab Rasulullah s.a.w “bagaimanakah perkiraan kamu jika kamu tunaikan shahwat itu kepada yang haram?, adakah kamu berdosa?. Maka seperti demikian pulalah apabila kamu menunaikan shahwat pada yang halal nescaya bagimu itu pahala”.

Hadis riwayat Muslim.

وَرَوَيْنَا فِى سُنَنِ الْبَيْهَقِىْ بِاِسْنَادٍ حَسَنٍ اَنَّ اِبْنَ عُمَرَ اِسْتَحَبَّ اَنْ يُقْرَأ
عَلَى الْقَبْرِ بَعْدَ دَفْنِ اَوَّلُ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا

Ertinya: Telah kami meriwayatkan di dalam sunan Al-Baihaqi dengan isnad yang hasan bahawa Ibnu Umar menyunatkan bahawa dibacakan atas kubur selepas wafat, awal surah Al-Baqarah dan akhirnya (Kitab Futuhat Ar-Robbaniah Syarah Al-Azkar Nawawiah – juzuk 3 m/s 194).

Hadis riwayat Ibnu Mubarak daripada Sulaiman At-Taimi daripada Abi Usman daripada Ma’qil bin Yasar, beliau berkata:

“Telah bersabda Nabi s.a.w
اِقْرَأُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ

Ertinya: Bacalah surah Yasin atas mereka yang mati dikalangan kamu.
Telah mensahihkan hadis ini oleh Ibnu Hibban di dalam kitab Al-Ihsan no 3002.

قَالَ اَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَرُوْزِىْ سَمِعْتُ اَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلَ يَقُوْلُ اِذَا دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ فَاقْرَأُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمَعُوْذَتَيْنِ وَقُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ثَوَابَ ذَلِكَ ِلاَهْلِ الْمَقَابِرِ فَاِنَّهُ يَصِلُ اِلَيْهِمْ

Telah berkata oleh Ahmad bin Muhammad bin Maruzi, aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata “apabila kamu masuk kepada perkuburan baca olehmu surah Fatihah dan mauzatain dan Qulhuallahuahad, lalu kamu jadikan pahalanya bagi ahli kubur. Maka sesungguhnya ia sampai kepada mereka (Ihya’ Ulumuddin).

وَاَمَّا مَا رَأَهُ الصَّالِحُوْنَ فِى الْمَنَامِ فَرُؤْيَاهُمْ كُلُّهَا مُتَوَاطِئَةٌ بَعْدَ مَا يَقْرَءُوْنَ وَيَهْدُوْنَ لِلْمَيِّتِ مِمَّا يَدُلُّ عَلَى وُصُوْلِ ثَوَابِ الْقِرَاءَةِ اِلَيْهِمْ 
  وَانْتِفَاعُهُمْ بِذَلِكَ لاَ يُحْصى

Adapun barang yang melihat oleh orang-orang soleh pada ketika tidur, maka mimpi mereka itu sekeliannya muafakat mereka itu yakni barang yang mereka baca dan mereka hadiahkan bagi si mati itu sampai pahala bacaan kepada si mati dan mereka mengambil manfaat dengan demikian itu adalah riwayat tersebut tidak terhingga banyaknya.

حَدَّثَناَ هاَشِمُ بْنُ قَاسِمٍ قَالَ حَدَّثَناَ اْلاَشْجَاعِيْنَ عَنْ سُفْيَانَ قَالَ : قَالَ طَاوُسٌ اِنَّ الْمَوْتَ يُفْتَنُوْنَ فِى قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ اَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلاَياَّم

Ertinya: Telah berkata oleh Tawus (tabii’n) sesungguhnya orang yang mati itu difitnahkan mereka di dalam kubur selama 7 hari. Maka adalah mereka (para sahabat) kasih bahawa mensedekahkan makanan kepada orang ramai untuk si mayat pada demikian hari.

وَكَانَ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ عَذَابٌ يَسِيْرٌ فَاَخَذَ جَدِيْدَةً مِنْ نَخْلٍ وَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ وَغَرَسَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ فَقَالَ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا الْعَذَابُ مَا لَمْ يَجُفَّ رَوَاهُ الْبُخَارِىْ
Adalah Nabi s.a.w lalu disamping 2 buah kubur, maka beliau bersabda “azab yang sedikit”. Maka mengambil pelepah kurma daripada pohon kurma lalu membelahnya menjadi dua dan ditanamkan tiap-tiap satu di atas kubur. Lalu baginda bersabda “diringankan azab selama pelepah ini tidak kering”.
(Riwayat Imam Bukhari)












Hukum selamatan hari ke-3, 7, 40, 100, setahun, dan 1000 hari diperbolehkan dalam syari’at Islam. Keterangan diambila dari kitab “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 178 sebagai berikut: scan kitab 




قال الامام أحمد بن حنبل رضي الله عنه فى كتاب الزهد له : حدثنا هاشم بن القاسم قال: حدثنا الأشجعى عن سفيان قال
قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام , قال الحافظ ألو نعيم فى الجنة: حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثنا أبى حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال: قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام


Artinya:
“Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal ra di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.
Telah berkata al-Hafiz Abu Nu’aim di dalam kitab Al-Jannah: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.”
Selain itu, di dalam kitab yang sama jilid 2 halaman 194 diterangkan sebagai berikut:


ان سنة الاطعام سبعة أيام بلغنى أنهامستمر الى الأن بمكة و المدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة الى الأن و انهم أخذوها خلفا عن سلف الى الصدر الأول

ِArtinya:
“Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat.”
———————————————-
Keterangan:

 ( ان الموت يفتنون فى قبورهم سبعا . فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام . )  

Ertinya “ Berkata Thawwus, bahawasanya segala orang yang mati itu difitnah akan mereka itu didalam kubur, didalam masa 7 hari. Maka adalah mereka itu ( Para Sahabat) suka bahawa memberi makan mereka itu ganti daripada mereka itu pada demikian itu hari.” ]
Berkata Sayuti. Katanya : ( Kaanu Yastahibbu )  maknanya, “Adalah manusia buat mereka itu akan demikian itu pada zaman Nabi S.A.W, dan mengetahui ia dengan dia dan tidak ingkar Nabi S.A.W atas dia– Al Hawi lil Fatawa juzu’2 m/s 377.

Berkata Ibrahim Al Halabi, didalam Syarah Al Kabir kemudian daripada naqal beberapa nas yang menunjuk atas makruh buat makanan daripada ahli mayat :[ Dan tiada sunyi daripada Nazar (kecedraan yang perlu dibahas), kerana bahawasanya tidak ada dalil atas makruh melainkan hadis Jarir bin Abdillah jua. Kerana bahawasanya melawani akan dia oleh hadis yang diriwayatkan akan dia oleh Imam Ahmad dengan sanad yang sahih. Dan barang yang diriwayat oleh Abu Daud daripada Ashsim bin Kulaib daripada bapanya daripada seorang laki-laki daripada Ansar 

( قال خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فى جنازة  فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على القبر يوصى الحافر يقول  أوسع من قبل رجليه  اوسع من قبل رأسه  فلما رجع استقبله داعى امرأته فجأ وجىء بالطعام فوضع  بين يديه ووضع القوم فأكلوا ورسول الله صلى الله وسلم يلوك لقمة فى فيه ثم قال انى أجد لحم شاة أخذت بغير اذن اهلها. )

artinya, “ Berkata ia, keluar kami serta Rasullah S.A.W pada suatu jenazah, maka lihat aku akan Rasulullah S.A.W dan ia atas kubur berpesan akan yang menggali kubur, perluaskan olehmu akan pihak kaki, perluaskan olehmu daripada pihak kepalanya. Maka takala kembali daripada kubur itu, berhadap akan dia oleh yang menyuruh suruhannya daripada perempuan si mati itu, yakni isteri si mati itu. Maka datang Nabi S.A.W  didatang dengan makanan, maka dihantar dihadapan Nabi S.A.W dan menghantar oleh Sahabat maka makan oleh mereka itu. Dan Rasulullah makan  ia, akan satu suap, kemudian bersabda Ia, “ Aku dapati daging kambing yang diambil dengan tidak izin oleh ahlinya”. Maka ini hadis, menunjuk ia atas harus membuat ahli mayat atas makanan dan seru  (panggil) atas manusia atasnya dan pada setengah riwayat  “imraah.” … dengan tidak ada dhomir. Maka kaedah usul fiqh, mesti kena :             
( حمل المطلق على المقيد )                                                                             

Maksudnya diambil qaid yang muqayyad  itu, buat qayyid pada yang  yang muthlaq  itu. Ertinya ditanggung (lafaz) “ imro ah” yang tidak ada dhomir itu ialah  “imro a ytil mayyit”,  seperti hak dhomirnya itu jua, Wallahu`alam].

Dan lagi barang yang tersebut di dalam kitab Fawakihud Diwani  :
[Dan adapun barang yang membuat akan dia oleh qirobah  ( kaum kerabat ) mayat, daripada makanan dan menghimpun akan manusia atasnya. Maka jika ada ia kerana baca quran dan lain lagi daripada barang yang diharapkan pahalanya bagi mayat, maka tiada mengapa dengan dia. Dan adapun jika kerana lain daripada demikian itu, maka makruh ia. Dan tidak seyogia bagi seseorang makan daripadanya,melainkan jika adalah yang membuatnya itu waris yang baligh lagi cerdik, maka tidak mengapa kita makan dengannya. Dan adapun jika wasiat oleh si mati dengan dibuat akan makanan pada matinya, maka bahawasanya sah pada thulus (1/3) hartanya. Dan wajib diluluskan akan dia, kerana diamalkan dengan fardhunya]- juzu’2 m/s 289.

Adapun kitab Al Anwar :[ Dan adapun jika wasiat seseorang dengan baca quran di kubur atau bersedekah daripadanya, atau umpama demikian itu, nescaya lulus ia] – juzu’ 1 m/s 126.

Adapun  jika buat dengan sebab adat hingga mereka yang tiada kuasa pun tebing ( buat-buat ) juga takut jadi keaiban (kalau tidak dibuat jamuan) , kerana adat jua belaka. Inilah ynag dinamakan Takalluf pada bahasa Arab. Maka inilah yang dinamakan bida’ah yang dicela oleh syarak, yang dicegah oleh segala Ulamak didalam kitab Jawi ( Melayu) dan Arab. Seperti kata Syekh Ibnu Hajar di dalam Tuhfah :[ “Dan bermula barang yang diadatkan, daripada membuat ahli mayat didalam makanan supaya menyeru akan mereka diatasnnya itu, makruh lagi bida’ah. Seperti  (itu juga hukumnya untuk sesiapa yang) memperkenankan (jemputan) mereka itu, kerana barang yang datang daripada hadis yang Sahih daripada Jarir
 
( كنا نعد الأجتماع الى أهل الميت  وصنعهم الطعام  بعد دفنه من النياحة )
Artinya, “Adalah kami sekelian, sangkakan berhimpun pada ahli mayat dan membuat makanan kemudian daripada setengah daripada meratap (Niyahah) ”].

Maka zahirnya berlawan antara hadis Ashim dan hadis Jarir ini, maka kaedah (usul fiqih)
[ Apabila berlawan dua dalil, wajib dihimpun jika mungkin berhimpun], maka disini boleh dihimpun, maka hadis Ashim itu ditanggungkan atas barang yang dibuat tidak kerana adat. Bahkan buat kerana tarahum dan niat hadiah pahalanya kepada si mati. Dan yang ditegah pada hadis Jarir itu, jika buat kerana adat seperti barang yang kami kata satni (sebentar tadi). Wa Allahu`alam bis Sowab.

Berkata Ibnu Hajar di dalam Tuhfah , juzu’ 3 m/s 207. “Bermula wajah dibilangkan dia daripada Niyahah itu, barang yang ada padanya, daripada bersusah payah beramat- amati dengan pekerjaan dukacita” .

Maka ini illat tidak ada pada kebanyakan pada orang jawi kita, dan apabila tidak ada illat tidak ada hukum. Kerana kata mereka itu, “ Bermula hukum itu berkeliling ia serta illatnya, maka murad dengan hukum disini ialah makruh berhimpun dan buat kenduri di rumah si mati”. Wa Allahu` alam.

Maka berhimpun yang dilarang pada hadis Jarir itu jika tidak kerana baca quran dan zikir. Adapun jika berhimpun kerana baca quran dan zikir pada si mati adalah sunat, 

seperti barang yang  sohih perkataan Imam Nawawi di dalam Majmuk :
 
(لا كراهة قرأة القرأن مجتمعين  بل هى مستحبة)
Ertinya, “ Tidak makruh baca quran berhimpun bahkan ia itu sunat- juz’1 m/s 126.”Riwayat daripada Abi Hurairah R.A dan daripada Abi Said Al Kudri, ertinya kedua mereka berkata,

(قالا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يقعد قوم يذكرون الله الا حفتهم الملأيكة وغشيتهم الرحمة وأنزلت عليهم  السكينة )

Sabda Rasullah S.A.W, tidak duduk oleh satu kaum, menyebut mereka itu akan Allah Taala, melainkan berkelilingi oleh malaikat akan mereka itu. Kerana memuliakan akan mereka itu dan menutupi akan mereka itu oleh rahmat. Dan turun atas mereka itu oleh ketetapan pada hati”. Qauluhu [Yazkuruna] : ertinya, “Barangmana kelakuan daripada segala kelakuan dan barangmana seorang ada ia. Qauluhu [Yazkuruna] : Bermula zikir itu melengkapi akan sembahyang, baca quran dan doa dengan yang lebih pada dunia dan akhirat-Dalilul Faalihin m/s 248. 

Maka kami faham daripada nas- nas ini, bahawasanya baca quran dengan berhimpun itu afdhal, daripada baca seorang diri pada Mazhab kita Syafie. Kerana tidak ada nas daripada alquran dan hadis, melarang tidak boleh baca quran di rumah si mati. Bahkan setengah mereka itu, dia kiaskan makruh baca quran di rumah si mati, dengan baca quran di jamban. Maka ini qias batal, kerana “Qias ma’alfaariq”. Kerana syarat sah qias itu hendak ada jamik antara “maqis” dan “maqisu a`laih”. Maka jauh sekali perbezaan, antara rumah si mati dengan jamban itu, kerana rumah si mati tidak ada najis dan jamban itu kotor (tempat najis), maka disini nyata batal qias itu. Maka jika engkau kata, ijtimak pada hadis Jarir itu, am melengkapi ia, barangmana ijtimak nescaya kami jawab, “ Apa faedah boleh ia datang dengan lafaz ma’rifah pada lafaz al ijtimak”. Maka kami faham daripada lafaz al ijtimak, dikehendaki dengan ijtimak yang membawa kepada niyahah yang dilihat dengan mata kepala sendiri di Mekah sana. Maka dimana- manapun, jika ijtimak seperti itu, “Bidaah Mazmumah Muharamah” pada syarah

Kerana kaedah: ( للوسائل حكم المقاصد)

Murad dengan wasaail itu ijtimak dan murad dengan maqasid itu Niyahah. Dan jika engkau kata, alif lam pada ijtimak itu. Alif lam apa? Nescaya kami jawab, (الف لام للعهد العمى)
(iaitu barang yang hasil pada ilmu mukhatab dengan ketiadaan sebutnya yang telah lalu). Dan makna: العهد , الشيء المعهود Ertinya: suatu yang diketahui.

Dan jika engkau kata : (الف لام للاستغراق الجنس )
Nescaya kami jawab tidak betul, kerana syarat     الف لام للاستغراق الجنس    itu bahawa sah kita letak lafaz  (كل) kullu pada tempat dia itu. Maka disini tidak sah kerana jadi fasad (rosak) makna, kerana bunyi maknannya:

(كل اجتماع وصنع الطعام من اهل الميت من النياحة )

Ertinya, tiap- tiap berhimpun dan buat makan daripada ahli mayat daripada niyahah, maka ini nyata fasad (rosak makna).

Ini kesemuanya jika kita berlaku atas qaul yang berkata hadis Jarir itu marfu’. Adapun jika kita berlaku atas qaul yang berkata hadis Jarir itu mauwquf,  tidak jadi hujjah ( yakni tidak boleh buat dalil dengan dia), kerana syarat perkataan Sahabi ( hadis mawquf ), hendak jadi marfu’ itu, jika ia idofat kepada Rasulullah S.A.W, seperti dia kata

كنا فى زمن النبى  كذا وكذا  اتو كنا فى حياته كذا وكذا….
  

Seperti barang yang berkata oleh jumhur Muhaddisin dan Ashabul fiqh wal Usul. Dan berkata Imam Nawawi dalam syarah Muslim, “Adakah ia, yakni hadis Mauwquf  itu, jadi hujjah atau tidak?”. Ada padanya dua qaul, bagi Imam kita Syafie yang masyhur keduanya. Bermula yang Asah, ialah Qaul Jadid, baginya tidak menjadi hujjah dengan hadis Mauwquf. Dan yang kedua, ialah Qaul Qadim baginya ini dhoif. Maka apabila berlaku kita, atas qaul yang berkata tidak menjadi hujjah, maka bermula Qiyas didahulukan atasnya dan harus bagi Tabi’in menyalahi akan dia, yakni harus kita tidak berdalil dengannya.-Syarah Muslim juzu’1 m/s 45 — mulakhisan ( Diringkaskan).

Maka difaham daripada perkataan Imam Nawawi ini, tidak boleh kita bermudah- mudah hukum dengan kufur orang itu dan kufur orang ini, dengan makanan kenduri dan baca Qul`hu wallah di rumah si mati. Takut terbalik kepada yang berkata, wa`iyya zabillah.

  Akhirnya

Perbahasan yang panjang lebar telah di bawakan oleh Imam Sayuthi didalam kitab beliau Al Hawi lil Fatawa juzuk 2 . m.s 178-196 , hampir 19 muka surat membahaskan hadis tersebut , samada disudut sanadnya maupun maknanya. Sesiapa yang berminat bolehlah merujuk kitab tersebut.  Wallahu a’lam.

Saya menyeru kepada mereka yang berkebolehan dalam menyelidik dalil-dalil,  terutamanya Tuan-tuan Guru dan para penuntut Ilmu , agar lebih peka untuk memberi penerangan dengan lebih jelas kepada masyarakat berkenaan perkara sebegini . Sekalipun ianya dianggap perkara kecil , furu; remeh tetapi akan menjadi perkara besar jika sampai ketahap membid’ah dan menghukum kufurkan segolongan besar umat Islam. Lihatlah kepada usaha-usaha mereka yang semakin berkembang terutamanya dikalangan mereka yang tiada asas pengetahuan  
agama
 
Setelah kita meneliti dan menghalusi perbincangan , dimanakah lagi logik dan betulnya dakwaan mereka yang mengharamkan dan membid’ahkan kenduri arwah dengan alasan-alasan yang keliru dan samar? . Alasan yang remeh temeh, yang hanya menunjjukan kebodohan diri sendiri disisi para ilmuan?.  Alasan yang sentiasa bertukar-tukar apabila ternyata rapuh setelah dijawab . Maka mudahan-mudahan risalah ini dapat meredakan ketegangan yang sentiasa akan menyala apabila ditiup oleh mereka yang nampaknya bagus ideanya tapi hakikat batinnya siapa yang tahu, hanya Allah saja
 
Siapa saja yang membaca risalah ini , jika terdapat musykil, sila lah merujuk kepada ahlinya

0 komentar:

Right to Copy © 2012-2015 | Menimba Ilmu Sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Menurut Pemahaman Salaful Ummah. Sebagian besar artikel di sini merupakan tulisan orang lain, untuk itu silakan mengkopi dengan menyebutkan sumbernya. Islam Itu Indah.
Powered by Blogger. Blogger Template by Bloggertheme9
back to top